Minggu, 21 Juni 2009

Gen dan Kromosom

Pada saat Mendel mempublikasikan hasil penelitiannya, konsep sel sebagai unit dasar hidup telah berumur kurang-lebih 30 tahun. Namun saat itu, elemen-elemen struktural sel baru dalam proses penelitian intensif sejalan dengan dikembangkannya mikroskop dan sistem pewarna sel. Rekaan pertama hasil studi ini adalah bahwa sel terdiri dari dua domain yang terpisah dengan jelas: bagian inti (nukleus) dan bagian pinggiran (sitoplasma). Keduanya dipisahkan oleh selaput inti.


Ditemukan selanjutnya bahwa pada bagian inti ada dua bagian yang secara morfologi dapat dibedakan, yaitu daerah butiran (kromatin) yang berwarna lebih kuat jika di warnai dengan pewarna tertentu, dan bagian inti nukleus (nucleolus) yang warnanya tidak serupa dengan kromatin. Sitoplasma sendiri terdiri dari beberapa organela seperti sentriola dan vakuola.


Studi-studi embriologi menunjukan bahwa sel-sel penyusun tubuh organisme tingkat tinggi berasal dari suatu seri pembelahan sel yang diawali oleh sel telur yang dibuahi (diktum Rudolf Virchow, tahun 1850-an). Dari studi-studi sitologi sel kelamin jantan dan sel kelamin betina, ditemukan bahwa walaupun ukuran sel telur sangat besar, namun baik sel kelamin jantan dan sel kelamin betina memiliki inti sel dengan ukuran yang sama, dan kedua-duanya memberi sumbangan hereditas yang sama.


Dikarenakan kesamaan sumbangan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina kepada pewarisan sifat, dan ketidakseimbangan kontribusi daerah sitoplasma, maka diduga inti sel dan bukan sitoplasma sebagai tempat bersemayannya pewarisan sifat seluler.


Pada saat Mendel meninggal tahun 1884, telah diketahui bahwa kromatin inti sel terdiri dari partikel-partikel yang membentuk benang-benang dengan jumlah tertentu, atau kromosom, dan yang sangat penting adalah bahwa inti sel jantan dan inti sel betina menyumbangkan kromosom dalam jumlah yang sama kepada telur yang dibuahi. Setelah pembelahan sel telur, setiap anggota dari satuan ganda kromosom ini nampak terbelah secara longitudinal dan dipilah ke dalam dua sel turunan (daughter cells) melalui suatu proses yang dinamakan mitosis. Melalui proses ini, setiap sel memperoleh kedua set ganda kromosom dari sel telur yang dibuahi.


Analisis mikroskopik sel-sel ovarium dan testis binatang dewasa yang aktif membela tersingkap bahwa ada proses lain dari pemilahan kromosom. Pada sel-sel ini, jumlah kromosom per tubuh sel menjadi setengah, sehingga inti sel dari sel telur dan sel sperma mengandung satu set tunggal kromosom yang dimiliki oleh telur dan sperma dari bapak dan ibu. Proses-proses tersebut disebut meiosis.


Wilhelm Roux (1880-an) berpendapat bahwa sangat sulit membayangkan jika mitosis dan meiosis hadir tanpa maksud yang baik. Proses meiosis dan mitosis ada karena kromosom adalah penyusun bahan hereditas, demikian argumentasinya. Tanpa sadar atas penemuan Mendel, ia mengajukan postulat bahwa unit-unit hereditas diatur secara linier dalam benang-benang kromosom.


Pemikiran Roux’s langsung di sambar oleh August Weismann dan mengembangkannya ke dalam teori yang lebih sempurna mengenai hereditas dan perkembangan. Ia mengemukakan bahwa pada organisme multiseluler yang berbiak secara seksual, jumlah satuan-satuan hereditas diparuh pada saat pembentukan sel telur betina dan sperma atau tepungsari (sel-sel germ). Jumlah awal satuan-satuan hereditas kemudian dipulihkan saat penggabungan inti sel telur betina dan jantan dalam proses pembuahan yang menghasilkan individu baru. Bahan hereditas individu baru ini setengahnya berasal dari sang ibu dan setengahnya lagi dari sang ayah.


Sayangnya Weissmann gegabah dengan mengatakan bahwa setiap kromosom dalam inti sel membawa semua informasi untuk memproduksi satu individu tunggal. Hal ini tidak sesuai kenyataan bahwa tanaman kapri memiliki 14 kromosom, dan tidak cocok dengan inferensi Mendel (yang saat itu belum diketahui) bahwa tanaman kapri memiliki dua, dan bukan empat belas, kopy dari setiap satuan hereditasnya. Teori Weissman menjadi sangat dikenal saat itu, dan mendorong studi-studi pemuliaan kuantitatif seperti yang telah dibuat Mendel 35 tahun sebelumnya.


Salah satu pendukung utama Teori Weissman adalah Hugo de Vries. Walaupun de Vries menolak beberapa pandangan teori ini, ia melengkapinya dengan mengatakan bahwa setiap satuan-satuan hereditas yang dipostulatkan mengendalikan karakter tunggal, dan unit-unit ini dapat di kombinasikan dengan berbagai cara pada turunannya. Untuk menguji dugaan ini, dia melakukan percobaan seperti yang dilakukan oleh Mendel, dengan kesimpulan yang sama seperti yang diperoleh Mendel. Percobaan dan kesimpulan yang sama pada waktu yang hampir bersamaan (dua bulan dilaporkan lebih awal) juga dilakukan oleh Carl Correns (Januari 1900) Ditemukannya kembali tulisan-tulisan Mendel melahirkan kegemparan yang luar biasa di kalangan ilmuan karena hukum-hukum yang dideduksi dari percobaan-percobaannya kemudian dapat dipahami dalam pengertian perilaku kromosom dalam mitosis dan meiosis, yaitu bahwa setiap kromosom membawa hanya sebagian dari semua satuan hereditas yang penting untuk memproduksi individu sempurna, sehingga keseluruhan unit kromosom yang ada dalam sel germ mencakup hanya satu jiplakan (copy) dari setiap unit. Sel yang membawa unit kromosom tunggal ini disebut dalam keadaan haploid. Sehingga, individu yang berasal dari telur yang dibuahi mengandung sepasang satuan hereditas homologi, yaitu yang berasal dari bapak dan ibu. Sel yang membawa satuan kromosom ganda dikatakan dalam keadaan diploid.


Di saat terjadi reduksi dalam meiosis dari dua kromosom dalam sel-sel diploid menjadi masing-masing unit tunggal, maka individu memberikan satu jiplakan tunggal dari setiap satuan hereditas ke sel-sel germ haploid yang dengannya ia memperanakan turunannya.


Terjelaskannya faktor Mendel dalam perilaku mitosis dan meiosis melahirkan dorongan yang luar biasa untuk melakukan studi-studi genetika. Istilah-istilah baru kemudian muncul. Yang muncul pertama kali adalah disiplin itu sendiri diberi nama genetika (genetics), dan unit bawaan dasar Mendel disebut gen (gene). Dua gen homologi mewakili dua bentuk alternatif disebut allelomorf (allelomorphs) yang kemudian disingkat allela (alleles). Individu yang berkembang dari telur yang dibuahi disebut zigot (zygote), individu homozigot (homozygote) yaitu individu yang membawa sepasang allela identik, dan sebaliknya heterozigot (heterozygote) bagi individu yang membawa sepasang allela yang berbeda dari gen tertentu. Jumlah keseluruhan gen yang ada dalam satu individu, dengan kata lain seluruh kromosom disebut genom (genome).


Di tahun 1901 de Vries mengajukan proposal bahwa alella-allela berbeda dari gen yang sama muncul melalui perubahan tidak kontinu dan sekonyong-konyong, suatu proses yang dinamainya mutasi (mutation). Dengan ide mutasi, berkembang selanjutnya mutasi gen sebagai sumber keragaman genetis. Konsep-konsep yang diturunkan dari hukum Mendel kemudian diperluas pada berbagai organisme yang lain.


Impetus baru penelitian genetika diperoleh pada tahun 1910 sewaktu Thomas H. Morgan dan kelompoknya di Universitas Columbia melakukan penelitian genetika pada lalat buah anggur (vinegar fly; Drosophila) untuk menjawab satu dari persoalan genetis dan filosofis saat itu yaitu “apa yang menentukan sel telur yang telah dibuahi menjadi jantan atau betina?


Melalui studi morfologi kromosom, Morgan dan kawan-kawan membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata dalam perangkat kromosom jantan dan betina. Pada sel diploid betina terdapat 4 pasang kromosom homologi; pada sel diploid jantan hanya terdapat tiga pasang, dua kromosom sisanya nampaknya tidak sepadan, yang satu berukuran besar dan yang lain berukuran kecil. Kedua kromosom berbeda itu disebut X dan Y.


Membandingkan dengan pasangan-pasangan yang ada pada betina, disimpulkan bahwa sang betina membawa dua kromosom X dan tidak memiliki kromosom Y. Dengan demikian, jika individu membawa sepasang kromosom XX maka individunya adalah betina, dan individu dengan kromosom XY adalah jantan. Baik kromosom X dan Y kemudian dinamai Kromosom Seks. Hal ini kemudian menjadi jelas bahwa seks diturunkan sesuai dengan gen-gen Mendelian yang sederhana dimana X/X homosigot adalah betina, dan X/Y heterosigot adalah jantan.


Dengan demikian, semua telur haploid dari betina yang di hasilkan oleh meiosis membawa satu kromosom X, sebaliknya sperma haploid yang dihasilkan meiosis dalam testis jantan, setengahnya membawa kromosom X dan setengahnya lagi membawa kromosom Y. Dengan demikian, pembuahan sel telur oleh sperma pembawa kromosom X akan menghasilkan zigot betina, dan sebaliknya pembuahan sel telur oleh sperma pembawa kromosom Y akan menghasilkan zigot jantan.


Impetus kedua berasal dari T.H Morgan dan kelompoknya. Mereka menemukan 85 bentuk mutan yang menyimpang dari tipe normal (wild type), seperti bentuk sayap, warna tubuh, warna mata, bentuk bristel, dan ukuran mata. Mutan-mutan tersebut disebabkan oleh mutasi spontan tunggal yang jarang.


Tersedianya mutan-mutan tersebut di laboratorium memungkinkan percobaan kawin silang dirancang guna mendalami mekanisme pewarisan sifat. Hasil persilangan antara lalat bermutan dua gen (yang letaknya di dua kromosom yang berbeda) dengan lalat pembawa allela normal, meneguhkan temuan Mendel bahwa karakter resesif menghilang pada generasi pertama dan muncul kembali dalam rekombinasi acak di antara turunan kedua setelah kawin sendiri.


Apabilah kawin silang dilakukan untuk dua karakter yang berada pada kromosom yang sama, maka kedua allela tersebut cenderung muncul di antara rekombinasi turunan kedua dalam kombinasi yang sama. Temuan ini melahirkan pemahaman bahwa gen-gen yang berpaut demikian (linked genes) membentuk satu kesatuan struktur genetis, sehingga mereka harus bergerak bersama-sama dalam segregasi kromosom diploid selama meiosis.


Namun demikian, walaupun kedua karakter itu terpaut dalam satu kromosom, beberapa rekombinasi juga berlangsung antara gen dalam kromosom yang sama. Dalam hal ini, pada turunan kedua terdapat lalat yang membawa pada kromosom yang sama satu gen yang allela-nya disuplai oleh induk yang satu dan gen yang lain allelanya disuplai oleh induk yang lain. Morgan menafsirkan hasil ini dalam pengertian terjadinya pindah silang (crossing over) kromosom-kromosom homologi.


Basis sitogetika pindah silang sebelumnya telah ditunjukkan oleh F.A. Janssens dalam pembelahan sel meiosis. Pada tahapan tertentu dalam meiosis, setiap pasang kromosom homologi dari sel diploid membentuk penjajaran titik-demi-titik (point-by-point alignment) atau disebut juga sinapsis (synapsis). Dalam sinapsis terjadi pelukaan ditempat-tempat persentuhan antar dua kromosom homologi yang berpasangan, yang dilanjutkan dengan pertukaran potongan dari masing-masing kromosom yang berpasangan. Jadilah dua kromosom rekombinan.


Dikarenakan probabilitas membuat suatu pelukaan dan penggabungan kembali bersifat tetap untuk setiap satuan panjang kromosom yang bersinapsis maka semakin dekat jarak antara dua gen pada kromosom yang sama semakin kecil kemungkinan kejadian pindah-silang antara keduanya, sehingga semakin kecil rekombinasi antara alela-alelanya. Hal ini memungkinkan dilakukannya pembuatan peta posisi gen mutan pada kromosom lalat buah.


Dengan melakukan perhitungan frekuensi segregasi gen-gen yang berpaut di antara turunannya (offspring) dari sejumlah besar mutan, Morgan dan kawan-kawan dapat membangun peta genetika gen-gen mutan pada ke empat kromosom Drosophila.


Penemuan-penemuan T. H Morgan dan para ahli genetika lain memantapkan pemahaman gen sebagi suatu faktor yang berlokasi dalam tempat tertentu dalam kromosom, yang kemudian menjadi dasar-dasar penting dari apa yang disebut dengan genetika klasik. Namun demikian, dalam genetika klasik, gen masih dipahami sebagai suatu konsep yang abstrak dan tidak dapat dipecah-pecah menjadi serpihan-serpihan material. Pemahaman gen sebagai sesuatu yang bersarang dalam struktur-struktur materi dikenal kemudian setelah penelitian mengenai perilaku kromosom dan penelitian mutasi dikembangkan.


Mengomentari pemahaman saat itu tentang teori genetika H. J. Muller, seorang ahli genetika terkenal dan penerima hadial Nobel, dalam pesta mengenang 50 tahun ditemukannya kembali hasil kerja Mendel mengatakan: “Inti riil teori genetika masih nampak berada pada ketidaktahuan yang dalam. Yaitu bahwa kita masih belum memiliki pengetahuan yang aktual dari mekanisme dibalik sifat-sifat unik yang membuat suatu gen adalah gen –yaitu kemampuannya menyebabkan sintesis struktur yang lain seperti dirinya sendiri, dimana bentuk mutasinyapun ikut di-copy.

Gen menurut Mendel

Anda tentu sering mendengar komentar yang mengatakan bahwa si Kastro (anak) memiliki sifat/ciri seperti si Yono (bapaknya); atau anda mungkin pernah memiliki pengalaman memilih-milih buah yang besar, manis, dan kemudian bijinya dicoba ditanam kembali. Anda mungkin pernah mendengar perbincangan umum yang mengomentari sifat-sifat orang dari berbagai suku: “Orang Jawa ciri-cirinya A, B, dan C; orang Cina ciri-cirinya A’, B’, C’; dan orang Irian ciri-cirinya A”, B”, C”. Orang Eropa kulitnya putih, berbadan tinggi, dan berhidung mancung. Itulah kiranya rekaan yang sering didengar.


Contoh-contoh di atas menyiratkan pengakuan adanya faktor-faktor turunan yang berasal dari tetua, atau ciri-ciri tetap yang melekat pada sekelompok organisme tertentu yang telah ada turun-temurun. Pengakuan demikian tentunya telah ada jauh sebelum genetika sebagai ilmu dibangun. Sejarah pertanian mencatat bahwa jauh sebelum Gregor Mendel menemukan faktor tetap yang diturunkan (yang kemudian dinamai gen) pada tanaman kapri (Pisum sativum ), manusia telah terlibat dalam proses seleksi sifat-sifat yang baik dari tumbuhan berdasarkan kriteria ukuran buah besar, rasa manis, lezat, tidak beracun, dan berdaya hasil tinggi.


Sejarah juga mencatat bahwa pengakuan adanya hubungan kekerabatan, atau paling tidak hubungan relasional antara sekelompok makluk hidup secara morfologis, telah dibangun sekitar abad 17 oleh C. Linaeus dan menjadi dasar-dasar logika klasifikasi dan penamaan organisme dengan metode binomial nomenclature. Namun demikian, pemahaman tentang makluk hidup sebagai suatu unit yang diskrit dan tetap, masih dianut. Baru setelah Charles Darwin mengajukan teori evolusinya yang menekankan pada hubungan terus-tak putus- diantara organisme, maka pemahaman ini berubah secara radikal.


Walaupun teori evolusi telah didengungkan sebelum proposal Darwin, melalui dia pemahaman tentang proses-proses evolusi berubah secara radikal. Proposalnya mengenai bukti-bukti evolusi dan teori seleksi alamiahnya begitu menyeluruh dan didukung oleh data yang ia kumpulkan serta hasil-hasil sintesis data dinamika geologi dan palaentologi.


Gregor Mendel seorang pendeta yang tinggal di biara di Brünn, Moravia (saat ini dikenal dengan nama kota Brno Czechoslovakia) adalah orang yang pertama-tama mengidentifikasi adanya sifat-sifat kekal yang diturunkan dari orang tua kepada keturunannya. Berdasarkan percobaan-percobaan kawin silangnya pada kacang kapri ia berhasil mengidentifikasi bahwa karakter-katakter yang sedang diamatinya menurun dan bersifat tetap dari satu generasi ke generasi lain sepanjang yang dapat ia amati.

Ia mengawinkan galur murni kapri berbunga putih dan kapri berbunga merah dengan hasil bunga berwarna merah pada turunan pertamanya (prinsip dominansi). Karakter yang tampak pada turunan pertama ini disebut karakter dominan, yaitu warna bunga merah. Sewaktu dilakukan kawin sendiri antara gamet jantan dan gamet betina (selfing), diperoleh bunga-bunga warna merah dan putih dengan perbandingan 3:1.


Berbeda dengan sangkaan umum saat itu, Mendel menyimpulkan melalui percobaan tersebut bahwa karakter-karakter itu tidak melebur, tetapi melakukan segregasi menurut keasliannya pada turunan kedua. Dengan demikian karakter-karakter itu bebas satu dari yang lain dan masing-masing diwariskan dari induk kepada turunannya (offspring) sebagai satuan-satuan terpisah.


Kesimpulan tersebut mengimplikan bahwa warna bunga merah (fenotipe A) sesungguhnya mengandung dua unsur genotipe (Aa). Keduanya bersegregasi dan muncul pada turunan berikutnya. Bentuk genotipe A dan a disebut juga bentuk-bentuk alternatif, dan disebut allela (alleles =gen-gen pasangan). Allela kuat (dominant) selalu akan menutupi allela lemah (recessive) dalam ekspresi fenotipiknya. Dan karakter bersifat lemah akan muncul bilamana pasangan genotipenya juga lemah (misalnya a berpasangan dengan a = putih). Namun demikian, dominansi sempurna tidak selalu berlaku. Allela terkadang menunjukkan dominansi parsial atau bahkan tidak menunjukan dominansi, atau codominance.


Gregor Mendel melanjutkan percobaan kawin silangnya untuk dua karakter berbeda yaitu antara kapri berbiji merah dan bulat dengan kapri berbiji putih dan kisut. Pada turunan pertamanya diperoleh biji berwarna merah dan bulat. Hasil ini persis sama dengan prinsip dominansi yang telah dibuktikan pada percobaan terdahulunya yaitu bahwa biji bulat berwarna merah merupakan karakter dominan. Sewaktu kawin sendiri, hasil bijinya memiliki komposisi fenotipe 9 berbiji bulat merah, 3 berbiji kisut merah, 3 berbiji bulat putih, dan 1 berbiji kisut putih.


Hasil percobaan lanjutannya ini tetap konsisten dengan prinsip segregasi hasil percobaan pertama yaitu bahwa karakter-karakter asli muncul kembali pada turunan keduanya. Hal yang lebih menarik pada percobaan kedua ini adalah bahwa selain muncul dua tipe parental: biji merah bulat, dan biji putih kisut; juga muncul tipe-tipe antara yang mungkin (reciprocal) yaitu: biji merah kisut dan biji putih bulat. Tipe-tipe baru ini disebut tipe-tipe rekombinan (recombinant types).


Karena tersembunyinya genotipe resesif oleh efek allela dominan pada F1, kawin-silang balik (backcross) antara gamet yang genotipenya tidak diketahui (misalnya biji dengan fenotipe merah bulat) dengan gamet yang berasal dari biji homosigot resesif (dalam hal ini biji kisut putih), maka segregasi bebas gamet-gamet dari biji dengan genotipe yang tidak diketahui akan muncul dalam setiap kombinasi dengan gamet-gamet resesif. Sehingga, kombinasi setiap susunan genetis mungkin yang fenotipenya tidak diketahui, akan muncul dalam biji hasil kawin silang balik.


Inferensi lanjut dari temuan ini ialah bahwa pada turunan F2, pembentukan gamet melibatkan asosiasi acak dari setiap kombinasi yang mungkin antara satu dari allela-allela karakter warna biji dengan satu dari allela-allela bentuk biji (prinsip berpasangan bebas; Mendel’s principle of independent assortment).


Dengan demikian, ada empat tipe gamet yang mungkin dibentuk dalam proporsi yang sama. Andaikan warna biji merah dominan disebut A, warna biji putih resesif disebut a, biji bulat dominan disebut B, dan biji kisut disebut b, maka keempat kombinasi gamet yang mungkin adalah: AB, Ab, aB, dan ab; dan mereka akan melakukan asosiasi secara acak membentuk zigot pada generasi berikutnya.


Pada waktu Mendel mengidentifikasi “faktor” yang diturunkan -yang kemudian disebut gen, faktor tersebut tidak dipahami sebagai sesuatu yang material. Kromosom dan banyak aspek lain dari biologi reproduksi belum di kenal. Gen lebih dipahami sebagai sifat tertentu yang diturunkan dari induk kepada turunannya.


Dalam suratnya kepada Carl K. von Nägeli –seorang ahli ilmu botani terpandang saat itu, Mendel berkata: “sebagai pekerja empiris, saya harus mendefinisikan konstansi tipe (constancy of type) sebagai retensi (=retention, kebertahanan; hak tetap memiliki) suatu karakter selama periode observasi.


Namun demikian, Mendel, walaupun seorang empiris, membuka pemahamannya tentang gen kepada formalisasi matematis. Katanya: “penelitian-penelitian saya dengan karakter-karakter tunggal semuanya menuju pada kesimpulan yang sama bahwa dari benih-benih hasil kawin silang, -pada turunan pertama setelah kawin sendiri- setengahnya berkarakter hibrid (Aa) dan sisa yang lain memperoleh karakter-karakter induk A atau b dengan jumlah yang sama. Jadi, jika dari empat tanaman, dua di antaranya memiliki karakter hibrid Aa, satu berkarakter induk A, dan yang lain berkarakter induk a maka 2Aa + A + a atau A + 2Aa + a adalah seri-seri perkembangan empiris sederhana dari dua karakter yang berdiferensiasi. Demikian pula bahwa jika dua atau tiga karakter yang berdiferensiasi dikombinasikan dalam suatu hibrid maka seri perkembangannya adalah suatu kombinasi dari dua atau tiga seri-seri sederhana. Sampai pada titik ini, saya tidak percaya bahwa saya dapat didakwa (be accused) telah meninggalkan kenyataan eksperimentasi (the realm of experimentation). Jika selanjutnya saya memperluas kombinasi seri-seri sederhana ini pada bilangan berapapun dari perbedaan-perbedaan antara dua tumbuhan induk, maka saya telah memasuki wilayah rasional” (G. Mendel, 18 April 1867).


Dalam kalimat yang terakhir inilah, yaitu “memasuki wilayah rasional” tersirat pemikiran Mendel bahwa temuannya mengenai segregasi 2Aa + A + a berlaku umum pada jumlah karakter bilangan berapapun, sehingga membuka ilmu genetika ke wilayah formalisasi matematis dan deduktif. Artinya bahwa individu terdiri dari sejumlah besar (ribuan) karakter bawaan, dan anakan (=offspring) merupakan fungsi dari berbagai kombinasi yang mungkin dari sejumlah karakter-karakter bawaan itu.

KATABOLISME

Katabolisme adalah serangkaian reaksi yang merupakan proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan membebaskan energi, yang dapat digunakan organisme untuk melakukan aktivitasnya. Termasuk didalamnya reaksi pemecahan dan oksidasi molekul makanan seperti reaksi yang menangkap energi dari cahaya matahari. Fungsi reaksi katabolisme adalah untuk menyediakan energi dan komponen yang dibutuhkan oleh reaksi anabolisme.

Sifat dasar yang pasti dari reaksi katabolisme berbeda pada setiap organisme, dimana molekul organik digunakan sebagai sumber energi pada organotrof, sementara litotrof menggunakan substrat anorganik dan fototrof menangkap cahaya matahari sebagai energi kimia. Tetapi, bentuk reaksi katabolisme yang berbeda-beda ini tergantung dari reaksi redoks yang meliputi transfer elektron dari donor tereduksi seperti molekul organik, air, amonia, hidrogen sulfida, atau ion besi ke molekul akseptor seperti oksigen, nitrat, atau sulfat. Pada hewan reaksi katabolisme meliputi molekul organik kompleks yang dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti karbon dioksida dan air. Pada organisme fotosintetik seperti tumbuhan dan sianobakteria, reaksi transfer elektron ini tidak menghasilkan energi, tetapi digunakan sebagai tempat menyimpan energi yang diserap dari cahaya matahari.

Urutan yang paling umum dari reaksi katabolik pada hewan dapat dibedakan menjadi tiga tahapan utama. Pertama, molekul organik besar seperti protein, polisakarida, atau lemak dicerna menjadi molekul yang lebih kecil di luar sel. Kemudian, molekul-molekul yang lebih kecil ini diambil oleh sel-sel dan masih diubah menjadi molekul yang lebih kecil, biasanya asetil koenzim A (Asetil KoA), yang melepaskan energi. Akhirnya, kelompok asetil pada KoA dioksidasi menjadi air dan karbon dioksida pada siklus asam sitrat dan rantai transpor elektron, dan melepaskan energi yang disimpan dengan cara mereduksi koenzim Nikotinamid Adenin Dinukleotida (NAD+) menjadi NADH.

Pada setiap organisme, untuk menghasilkan energi tersebut dapat dibagi dalam dua cara, yaitu sebagai berikut.

1. Respirasi seluler atau respirasi aerob, yaitu reaksi yang menggunakan oksigen sebagai bahan bakar organik. Secara umum keseluruhan proses pada respirasi seluler berlangsung sebagai berikut.>> Senyawa organik + Oksigen —> Karbon dioksida + Air + EnergiTermasuk ke dalam reaksi seluler adalah reaksi glikolisis, siklus Krebs, dan transpor elektron, dimana diantara glikolisis dan siklus Krebs terdapat sebuah reaksi antara yang disebut dekarboksilasi oksidatif.

2. Fermentasi, atau respirasi anaerob, yaitu proses pemecahan molekul yang berlangsung tanpa bantuan oksigen. Termasuk ke dalam fermentasi adalah fermentasi asam laktat, fermentasi alkohol, dan fermentasi asam cuka.


Pada hakikatnya, respirasi adalah pemanfaatan energi bebas dalam makanan menjadi energi bebas yang ditimbun dalam bentuk ATP. Dalam sel, ATP digunakan sebagai sumber energi bagi seluruh aktivitas hidup yang memerlukan energi. Aktivitas hidup yang memerlukan energi, antara lain sebagai berikut.

1. Kerja mekanisSalah satu bentuk kerja mekanis adalah lokomosi. Kerja mekanis selalu terjadi jika sel otot berkontraksi.

2. Transpor aktifDalam transpor aktif, sel-sel harus mengeluarkan energi untuk mengangkut molekul zat atau ion yang melawan gradien konsentrasi zat.

3. Produksi panasEnergi panas penting bagi tubuh burung dan hewan menyusui. Energi panas ini, umumnya timbul sebagai hasil sampingan transformasi energi dalam sel. Misalnya, pada proses kontraksi otot, terjadi pemecahan ATP. Disamping timbul energi mekanik, timbul juga energi panas.

Anabolisme

Anabolisme adalah proses sintesis molekul kompleks dari senyawa-senyawa kimia yang sederhana secara bertahap. Proses ini membutuhkan energi dari luar. Energi yang digunakan dalam reaksi ini dapat berupa energi cahaya ataupun energi kimia. Energi tersebut, selanjutnya digunakan untuk mengikat senyawa-senyawa sederhana tersebut menjadi senyawa yang lebih kompleks. Jadi, dalam proses ini energi yang diperlukan tersebut tidak hilang, tetapi tersimpan dalam bentuk ikatan-ikatan kimia pada senyawa kompleks yang terbentuk.
Selain dua macam energi diatas, reaksi anabolisme juga menggunakan energi dari hasil reaksi katabolisme, yang berupa ATP. Agar asam amino dapat disusun menjadi protein, asam amino tersebut harus diaktifkan terlebih dahulu. Energi untuk aktivasi asam amino tersebut berasal dari ATP. Agar molekul glukosa dapat disusun dalam pati atau selulosa, maka molekul itu juga harus diaktifkan terlebih dahulu, dan energi yang diperlukan juga didapat dari ATP. Proses sintesis lemak juga memerlukan ATP.
Anabolisme meliputi tiga tahapan dasar. Pertama, produksi prekursor seperti asam amino, monosakarida, dan nukleotida. Kedua, pengaktivasian senyawa-senyawa tersebut menjadi bentuk reaktif menggunakan energi dari ATP. Ketiga, penggabungan prekursor tersebut menjadi molekul kompleks, seperti protein, polisakarida, lemak, dan asam nukleat. Anabolisme yang menggunakan energi cahaya dikenal dengan fotosintesis, sedangkan anabolisme yang menggunakan energi kimia dikenal dengan kemosintesis.
Senyawa kompleks yang disintesis organisme tersebut adalah senyawa organik atau senyawa hidrokarbon. Autotrof, seperti tumbuhan, dapat membentuk molekul organik kompleks di sel seperti polisakarida dan protein dari molekul sederhana seperti karbon dioksida dan air. Di lain pihak, heterotrof, seperti manusia dan hewan, tidak dapat menyusun senyawa organik sendiri. Jika organisme yang menyintesis senyawa organik menggunakan energi cahaya disebut fotoautotrof, sementara itu organisme yang menyintesis senyawa organik menggunakan energi kimia disebut kemoautotrof.
Reaksi anabolisme menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat dibutuhkan oleh banyak organisme, baik organisme produsen (tumbuhan) maupun organisme konsumen (hewan, manusia). Beberapa contoh hasil anabolisme adalah glikogen, lemak, dan protein berguna sebagai bahan bakar cadangan untuk katabolisme, serta molekul protein, protein-karbohidrat, dan protein lipid yang merupakan komponen struktural yang esensial dari organisme, baik ekstrasel maupun intrasel.

Enzim

Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi.
Berdasarkan strukturnya, enzim terdiri atas komponen yang disebut apoenzim yang berupa protein dan komponen lain yang disebut gugus prostetik yang berupa nonprotein. Gugus prostetik dibedakan menjadi koenzim dan kofaktor. Koenzim berupa gugus organik yang pada umumnya merupakan vitamin, seperti vitamin B1, B2, NAD+ (Nicotinamide Adenine Dinucleotide). Kofaktor berupa gugus anorganik yang biasanya berupa ion-ion logam, seperti Cu2+, Mg2+, dan Fe2+. Beberapa jenis vitamin seperti kelompok vitamin B merupakan koenzim. Jadi, enzim yang utuh tersusun atas bagian protein yang aktif yang disebut apoenzim dan koenzim, yang bersatu dan kemudian disebut holoenzim.


Enzim bekerja dengan dua cara, yaitu menurut Teori Kunci-Gembok (Lock and Key Theory) dan Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory). Menurut teori kunci-gembok, terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan situs aktif (active site) dari enzim, sehingga sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat berperan sebagai kunci masuk ke dalam situs aktif, yang berperan sebagai gembok, sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali pada konfigurasi semula. Berbeda dengan teori kunci gembok, menurut teori kecocokan induksi reaksi antara enzim dengan substrat berlangsung karena adanya induksi substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian rupa sehingga keduanya merupakan struktur yang komplemen atau saling melengkapi. Menurut teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi lebih fleksibel. (lihat bagan)


Sebagai katalis dalam reaksi-reaksi di dalam tubuh organisme, enzim memiliki beberapa sifat, yaitu:

1. Enzim adalah protein, karenanya enzim bersifat thermolabil, membutuhkan pH dan suhu yang tepat.

2. Enzim bekerja secara spesifik, dimana satu enzim hanya bekerja pada satu substrat.

3. Enzim berfungsi sebagai katalis, yaitu mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa mengubah kesetimbangan reaksi.

4. Enzim hanya diperlukan dalam jumlah sedikit.

5. Enzim dapat bekerja secara bolak-balik.

6. Kerja enzim dipengaruhi oleh lingkungan, seperti oleh suhu, pH, konsentrasi, dan lain-lain.


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja enzim diantaranya adalah sebagai berikut.

1. SuhuEnzim tidak dapat bekerja secara optimal apabila suhu lingkungan terlalu rendah atau terlalu tinggi. Jika suhu lingkungan mencapai 0° C atau lebih rendah lagi, enzim tidak aktif. Jika suhu lingkungan mencapai 40° C atau lebih, enzim akan mengalami denaturasi (rusak). Suhu optimal enzim bagi masing-masing organisme berbeda-beda. Untuk hewan berdarah dingin, suhu optimal enzim adalah 25° C, sementara suhu optimal hewan berdarah panas, termasuk manusia, adalah 37° C.

2. pH (Tingkat Keasaman)Setiap enzim mempunyai pH optimal masing-masing, sesuai dengan "tempat kerja"-nya. Misalnya enzim pepsin, karena bekerja di lambung yang bersuasana asam, memiliki pH optimal 2. Contoh lain, enzim ptialin, karena bekerja di mulut yang bersuasana basa, memiliki pH optimal 7,5-8.

3. Aktivator dan InhibitorAktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan dan menggiatkan kerja enzim. Contohnya ion klorida, yang dapat mengaktifkan enzim amilase.Inhibitor adalah zat yang dapat menghambat kerja enzim. Berdasarkan cara kerjanya, inhibitor terbagi dua, inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif. Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang bersaing aktif dengan substrat untuk mendapatkan situs aktif enzim, contohnya sianida bersaing dengan oksigen dalam pengikatan Hb. Sementara itu, inhibitor nonkompetitif adalah inhibitor yang melekat pada sisi lain selain situs aktif pada enzim, yang lama kelamaan dapat mengubah sisi aktif enzim.

4. Konsentrasi enzim dan substrat- Semakin tinggi konsentrasi enzim akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Dan konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.- Jika sudah mencapai titik jenuhnya, maka konsentrasi substrat berbanding terbalik dengan kecepatan reaksi.
Dewasa ini, enzim adalah senyawa yang umum digunakan dalam proses produksi. Enzim yang digunakan pada umumnya berasal dari enzim yang diisolasi dari bakteri. Penggunaan enzim dalam proses produksi dapat meningkatkan efisiensi yang kemudian akan meningkatkan jumlah produksi.

Siklus Krebs dan Transpor Elektron

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai siklus Krebs dan transpor elektron.


Siklus Krebs [kembali ke atas]


Siklus Krebs adalah tahapan selanjutnya dari respirasi seluler. Siklus Krebs adalah reaksi antara asetil ko-A dengan asam oksaloasetat, yang kemudian membentuk asam sitrat. Siklus Krebs disebut juga dengan siklus asam sitrat, karena menggambarkan langkah pertama dari siklus tersebut, yaitu penyatuan asetil ko-A dengan asam oksaloasetat untuk membentuk asam sitrat.

Pertama-tama, asetil ko-A hasil dari reaksi antara (dekarboksilasi oksidatif) masuk ke dalam siklus dan bergabung dengan asam oksaloasetat membentuk asam sitrat. Setelah "mengantar" asetil masuk ke dalam siklus Krebs, ko-A memisahkan diri dari asetil dan keluar dari siklus. Kemudian, asam sitrat mengalami pengurangan dan penambahan satu molekul air sehingga terbentuk asam isositrat. Lalu, asam isositrat mengalami oksidasi dengan melepas ion H+, yang kemudian mereduksi NAD+ menjadi NADH, dan melepaskan satu molekul CO2 dan membentuk asam a-ketoglutarat (baca: asam alpha ketoglutarat). Setelah itu, asam a-ketoglutarat kembali melepaskan satu molekul CO2, dan teroksidasi dengan melepaskan satu ion H+ yang kembali mereduksi NAD+ menjadi NADH. Selain itu, asam a-ketoglutarat mendapatkan tambahan satu ko-A dan membentuk suksinil ko-A. Setelah terbentuk suksinil ko-A, molekul ko-A kembali meninggalkan siklus, sehingga terbentuk asam suksinat. Pelepasan ko-A dan perubahan suksinil ko-A menjadi asam suksinat menghasilkan cukup energi untuk menggabungkan satu molekul ADP dan satu gugus fosfat anorganik menjadi satu molekul ATP. Kemudian, asam suksinat mengalami oksidasi dan melepaskan dua ion H+, yang kemudian diterima oleh FAD dan membentuk FADH2, dan terbentuklah asam fumarat. Satu molekul air kemudian ditambahkan ke asam fumarat dan menyebabkan perubahan susunan (ikatan) substrat pada asam fumarat, karena itu asam fumarat berubah menjadi asam malat. Terakhir, asam malat mengalami oksidasi dan kembali melepaskan satu ion H+, yang kemudian diterima oleh NAD+ dan membentuk NADH, dan asam oksaloasetat kembali terbentuk. Asam oksaloasetat ini kemudian akan kembali mengikat asetil ko-A dan kembali menjalani siklus Krebs.

Dari siklus Krebs ini, dari setiap molekul glukosa akan dihasilkan 2 ATP, 6 NADH, 2 FADH2, dan 4 CO2. Selanjutnya, molekul NADH dan FADH2 yang terbentuk akan menjalani rangkaian terakhir respirasi aerob, yaitu rantai transpor elektron.



Transpor Elektron [kembali ke atas]


Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi aerob. Transpor elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem oksidasi terminal. Transpor elektron berlangsung pada krista (membran dalam) dalam mitokondria. Molekul yang berperan penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang dihasilkan pada reaksi glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Selain itu, molekul lain yang juga berperan adalah molekul oksigen, koenzim Q (Ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a.


Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini lagi-lagi menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP.

Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH dan FADH2 sebanyak 10 dan 2 molekul. Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua molekul FADH2 tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi berikut.








Setiap oksidasi NADH menghasilkan kira-kira 3 ATP, dan kira-kira 2 ATP untuk setiap oksidasi FADH2. Jadi, dalam transpor elektron dihasilkan kira-kira 34 ATP. Ditambah dari hasil glikolisis dan siklus Krebs, maka secara keseluruhan reaksi respirasi seluler menghasilkan total 38 ATP dari satu molekul glukosa. Akan tetapi, karena dibutuhkan 2 ATP untuk melakukan transpor aktif, maka hasil bersih dari setiap respirasi seluler adalah 36 ATP.




Sabtu, 20 Juni 2009

MitoKondria


Mitokondria


Mitokondria (mitochondrion', plural: mitochondria') atau kondriosom (chondriosome) adalah organel tempat berlangsungnya fungsi respirasi sel makhluk hidup. Respirasi merupakan proses perombakan atau katabolisme untuk menghasilkan energi atau tenaga bagi berlangsungnya proses hidup. Dengan demikian, mitokondria adalah "pembangkit tenaga" bagi sel.
Mitokondria merupakan salah satu bagian sel yang paling penting karena di sinilah energi dalam bentuk
ATP [Adenosine Tri-Phosphate] dihasilkan. Mitokondria mempunyai dua lapisan membran, yaitu lapisan membran luar dan lapisan membran dalam. Lapisan membran dalam ada dalam bentuk lipatan-lipatan yang sering disebut dengan cristae. Di dalam Mitokondria terdapat 'ruangan' yang disebut matriks, dimana beberapa mineral dapat ditemukan. Sel yang mempunyai banyak Mitokondria dapat dijumpai di jantung, hati, dan otot.
Keberadaan mitokondria didukung oleh hipotesis
endosimbiosis yang mengatakan bahwa pada tahap awal evolusi sel eukariot bersimbiosis dengan prokariot (bakteri) [Margullis, 1981]. Kemudian keduanya mengembangkan hubungan simbiosis dan membentuk organel sel yang pertama. Adanya DNA pada mitokondria menunjukkan bahwa dahulu mitokondria merupakan entitas yang terpisah dari sel inangnya. Hipotesis ini ditunjang oleh beberapa kemiripan antara mitokondria dan bakteri. Ukuran mitokondria menyerupai ukuran bakteri, dan keduanya bereproduksi dengan cara membelah diri menjadi dua. Hal yang utama adalah keduanya memiliki DNA berbentuk lingkar. Oleh karena itu, mitokondria memiliki sistem genetik sendiri yang berbeda dengan sistem genetik inti. Selain itu, ribosom dan rRNA mitokondria lebih mirip dengan yang dimiliki bakteri dibandingkan dengan yang dikode oleh inti sel eukariot [Cooper, 2000].

Struktur

Struktur umum suatu mitokondrion
Mitokondria banyak terdapat pada sel yang memilki aktivitas metabolisme tinggi dan memerlukan banyak ATP dalam jumlah banyak, misalnya sel otot jantung. Jumlah dan bentuk mitokondria bisa berbeda-beda untuk setiap sel. Mitokondria berbentuk elips dengan diameter 0,5 µm dan panjang 0,5 – 1,0 µm. Struktur mitokondria terdiri dari empat bagian utama, yaitu membran luar, membran dalam, ruang antar membran, dan matriks yang terletak di bagian dalam membran [Cooper, 2000].
Membran luar terdiri dari protein dan lipid dengan perbandingan yang sama serta mengandung protein porin yang menyebabkan membran ini bersifat permeabel terhadap molekul-molekul kecil yang berukuran 6000 Dalton. Dalam hal ini, membran luar mitokondria menyerupai membran luar bakteri gram-negatif. Selain itu, membran luar juga mengandung enzim yang terlibat dalam biosintesis lipid dan enzim yang berperan dalam proses transpor lipid ke matriks untuk menjalani β-oksidasi menghasilkan Asetil KoA.
Membran dalam yang kurang permeabel dibandingkan membran luar terdiri dari 20% lipid dan 80% protein. Membran ini merupakan tempat utama pembentukan ATP. Luas permukaan ini meningkat sangat tinggi diakibatkan banyaknya lipatan yang menonjol ke dalam matriks, disebut krista [Lodish, 2001]. Stuktur krista ini meningkatkan luas permukaan membran dalam sehingga meningkatkan kemampuannya dalam memproduksi ATP. Membran dalam mengandung protein yang terlibat dalam reaksi fosforilasi oksidatif, ATP sintase yang berfungsi membentuk ATP pada matriks mitokondria, serta protein transpor yang mengatur keluar masuknya metabolit dari matriks melewati membran dalam.
Ruang antar membran yang terletak diantara membran luar dan membran dalam merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi yang penting bagi sel, seperti siklus Krebs, reaksi oksidasi asam amino, dan reaksi β-oksidasi asam lemak. Di dalam matriks mitokondria juga terdapat materi genetik, yang dikenal dengan DNA mitkondria (mtDNA), ribosom, ATP, ADP, fosfat inorganik serta ion-ion seperti magnesium, kalsium dan kalium



Fungsi mitokondria
Peran utama mitokondria adalah sebagai pabrik energi sel yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Metabolisme karbohidrat akan berakhir di mitokondria ketika piruvat di transpor dan dioksidasi oleh O2¬ menjadi CO2 dan air. Energi yang dihasilkan sangat efisien yaitu sekitar tiga puluh molekul ATP yang diproduksi untuk setiap molekul glukosa yang dioksidasi, sedangkan dalam proses glikolisis hanya dihasilkan dua molekul ATP. Proses pembentukan energi atau dikenal sebagai fosforilasi oksidatif terdiri atas lima tahapan reaksi enzimatis yang melibatkan kompleks enzim yang terdapat pada membran bagian dalam mitokondria. Proses pembentukan ATP melibatkan proses transpor elektron dengan bantuan empat kompleks enzim, yang terdiri dari kompleks I (NADH dehidrogenase), kompleks II (suksinat dehidrogenase), kompleks III (koenzim Q – sitokrom C reduktase), kompleks IV (sitokrom oksidase), dan juga dengan bantuan FoF1 ATP Sintase dan Adenine Nucleotide Translocator (ANT) [Wallace, 1997].


Siklus Hidup Mitokondria
Mitokondria dapat melakukan replikasi secara mandiri (self replicating) seperti sel bakteri. Replikasi terjadi apabila mitokondria ini menjadi terlalu besar sehingga melakukan pemecahan (fission). Pada awalnya sebelum mitokondria bereplikasi, terlebih dahulu dilakukan replikasi DNA mitokondria. Proses ini dimulai dari pembelahan pada bagian dalam yang kemudian diikuti pembelahan pada bagian luar. Proses ini melibatkan pengkerutan bagian dalam dan kemudian bagian luar membran seperti ada yang menjepit mitokondria. Kemudian akan terjadi pemisahan dua bagian mitokondria [Childs, 1998].


DNA mitokondria
Mitokondria memiliki
DNA tersendiri, yang dikenal sebagai mtDNA (Ing. mitochondrial DNA). MtDNA berpilin ganda, sirkular, dan tidak terlindungi membran (prokariotik). Karena memiliki ciri seperti DNA bakteri, berkembang teori yang cukup luas dianut, yang menyatakan bahwa mitokondria dulunya merupakan makhluk hidup independen yang kemudian bersimbiosis dengan organisme eukariotik. Teori ini dikenal dengan teori endosimbion. Pada makhluk tingkat tinggi, DNA mitokondria yang diturunkan kepada anaknya hanya berasal dari betinanya saja (mitokondria sel telur). Mitokondria jantan tidak ikut masuk ke dalam sel telur karena letaknya yang berada di ekor sperma. Ekor sperma tidak ikut masuk ke dalam sel telur sehingga DNA mitokondria jantan tidak diturunkan.

Rabu, 17 Juni 2009

Teori Endosimbion

Hampir semua organisme eukariotik mempunyai genom mitokondria dan genom kloroplas, dan semua organisme eukariotik yang mampu melakukan fotosintesis mempunyai genom kloroplas. Genom organel berbentuk molekul DNA sirkuler dan linear, genom organisme berbeda antara organisme satu sama lainnya. Genom organel pada beberapa mikrobial eukariotik seperti Paramecium, Chlamydiomonas dan beberapa jenis yeast berbentuk linier.

Setiap mitokondria pada manusia mengandung sekitar 10 molekul serupa yang berarti bahwa ada sekitar 8000 per sel, tetapi pada S. cerevisiae total molekul lebih kecil ( kurang dari 6500) mungkin ada yang di atas 100 genomes genom per sel. Mikroorganisme fotosintetik seperti Chlamydomonas mempunyai kira-kira 1000 genom kloroplas per sel. Genom mitokondria ukurannya variabel tidak tergantung kepada kompleksitas organisme tersebut.

Matthias Schleiden

Pada tahun 1838 Matthias Schleiden, juga seorang ahli botani, berpendapat bahwa nukleus dan perkembangan sel erat hubungannya. Berdasarkan hasil penelitiannya, Schleiden menyimpulkan bahwa masing-masing sel tanaman mengarah ke suatu kehidupan ganda, satu tergantung pada kehidupannya sendiri dan yang lain sebagai bagian integral tanaman.

Theodor Schwann

Pada tahun 1839, Theodor Schwann, seorang ahli zoologi, berdasarkan hasil penelitiannya selama bertahun-tahun terhadap struktur dan pertumbuhan jaringan hewan, mengemukakan bahwa hewan sama seperti tanaman terdiri atas sel dan produk-produk sel. Dan bahwa walaupn sel adalah bagian dari organisme, mereka pada tingkat tertentu adalah kehidupan tersendiri.

Rudolf Virchow

Satu abad kemudian Rudolf Virchow, seorang ahli fisiologi, melaporkan hasil penelitiannya mengenai pertumbuhan dan reproduksi sel bahwa sel membelah menjadi dua sel. Setiap sel berasal dari sel yang sudah ada.


Sekuensi DNA (Sekuensing asam nukleat)

Sekuensing asam nukleat atau pengurutan asam nukleat adalah proses penentuan urutan nukleotida pada suatu fragmen DNA atau RNA.

a.) Kegunaan sekuensing asam nukleat

Sekuens DNA menyandikan informasi yang diperlukan bagi makhluk hidup untuk melangsungkan hidup dan berkembang biak. Dengan demikian, penentuan sekuens DNA berguna di dalam ilmu pengetahuan 'murni' mengenai mengapa dan bagaimana makhluk hidup dapat hidup, selain berguna dalam penerapan praktis. Karena DNA merupakan ciri kunci makhluk hidup, pengetahuan akan sekuens DNA dapat berguna dalam penelitian biologi manapun. Sebagai contoh, dalam ilmu pengobatan sekuensing DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mendiagnosis, dan mengembangkan pengobatan penyakit genetik. Demikian pula halnya, penelitian pada agen penyebab penyakit (patogen) dapat membuka jalan bagi pengobatan penyakit menular. Bioteknologi, yang dapat pula memanfaatkan sekuensing DNA, merupakan bidang yang berkembang pesat dan berpotensi menghasilkan banyak barang dan jasa berguna.

Karena RNA dibentuk dengan transkripsi dari DNA, informasi yang dikandung RNA juga terdapat di dalam DNA cetakannya sehingga sekuensing DNA cetakan tersebut sudah cukup untuk membaca informasi pada RNA. Namun demikian, sekuensing RNA dibutuhkan khususnya pada eukaryota, karena molekul RNA eukaryot tidak selalu sebanding dengan DNA cetakannya karena pemotongan intron setelah proses transkripsi.

b.)Sekuensing DNA

Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA dilakukan dengan menggunakan metode terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger dan rekan-rekannya [1]. Teknik tersebut melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.

Metode Sanger

Gel sekuensing metode Sanger yang telah dilabel radioaktif.

Pada metode terminasi rantai (metode Sanger), perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut primer yang komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. Primer tersebut diperpanjang menggunakan DNA polimerase, enzim yang mereplikasi DNA. Bersama dengan primer dan DNA polimerase, diikutsertakan pula empat jenis basa deoksinukleotida (satuan pembentuk DNA), juga nukleotida pemutus atau penghenti rantai (terminator rantai) dalam konsentrasi rendah (biasanya di-deoksinukleotida). Penggabungan nukleotida pemutus rantai tersebut secara terbatas kepada rantai DNA oleh polimerase DNA menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang berhenti bertumbuh hanya pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA tersebut lalu dipisahkan menurut ukurannya dengan elektroforesis gel poliakrilamida, atau sekarang semakin lazim dengan elektroforesis menggunakan tabung gelas berjari-jari kecil (pipa kapiler) yang diisi dengan polimer kental.

Seiring dengan perkembangannya, kini terdapat beberapa macam metode sekuensing terminasi rantai yang berbeda satu sama lain terutama dalam hal pendeteksian fragmen DNA hasil reaksi sekuensing.

Metode Sanger asli

Pada metode yang asli, urutan nukleotida DNA tertentu dapat disimpulkan dengan membuat secara paralel empat reaksi perpanjangan rantai menggunakan salah satu dari empat jenis basa pemutus rantai pada masing-masing reaksi. Fragmen-fragmen DNA yang kemudian terbentuk dideteksi dengan menandai (labelling) primer yang digunakan dengan fosfor radioaktif sebelum reaksi sekuensing dilangsungkan. Keempat hasil reaksi tersebut kemudian dielektroforesis pada empat lajur yang saling bersebelahan pada gel poliakrilamida.
Hasil pengembangan metode ini menggunakan empat macam primer yang ditandai dengan pewarna berpendar (fluorescent dye). Hal ini memiliki kelebihan karena tidak menggunakan bahan radioaktif; selain menambah keamanan dan kecepatan, keempat hasil reaksi dapat dicampur dan dielektroforesis pada satu lajur pada gel. Metode ini dikenal sebagai metode dye primer sequencing.

Sekuensing dye terminator

Contoh hasil bacaan suatu sekuensing metode dye terminator.

Cara lain pelabelan primer adalah dengan melabel pemutus rantainya, lazim disebut metode sekuensing dye terminator. Keunggulan cara ini adalah bahwa seluruh proses sekuensing dapat dilakukan dalam satu reaksi, dibandingkan dengan empat reaksi terpisah yang diperlukan pada penggunaan primer berlabel. Pada cara tersebut, masing-masing dideoksinukleotida pemutus rantai ditandai dengan pewarna fluoresens, yang berpendar pada panjang gelombang yang berbeda-beda. Cara ini lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan penggunaan primer berwarna, namun dapat menimbulkan ketidaksamaan tinggi kurva atau puncak (peak) yang disebabkan oleh ketidaksamaan penggabungan pemutus rantai berwarna berukuran besar pada pertumbuhan DNA (ketidaksamaan tersebut bergantung pada DNA cetakan). Masalah tersebut telah dapat dikurangi secara nyata dengan penggunaan macam-macam enzim dan pewarna baru yang meminimalkan perbedaan dalam penggabungan.
Metode ini kini digunakan pada sebagian besar usaha reaksi sekuensing karena lebih sederhana dan lebih murah. Primer-primer yang digunakan tidak perlu dilabel secara terpisah (yang bisa jadi cukup mahal untuk primer yang dibuat untuk sekali pakai), walaupun hal tersebut tidak terlalu bermasalah dalam penggunaan universal primer.

Automatisasi dan penyiapan sampel

Mesin sekuensing DNA automatis modern mampu mengurutkan 384 sampel berlabel fluoresens sekaligus dalam sekali batch (elektroforesis) yang dapat dilakukan sampai 24 kali sehari. Hal tersebut hanya mencakup proses pemisahan dan proses pembacaan kurva; reaksi sekuensing, pembersihan, dan pelarutan ulang dalam larutan penyangga yang sesuai harus dilakukan secara terpisah.

Untuk memperoleh hasil reaksi berlabel yang dapat dideteksi dari DNA cetakan, metode "sekuensing daur" (cycle sequencing) paling lazim dilakukan. Dalam metode ini dilakukan berturut-turut penempelan primer (primer annealing), ekstensi oleh polimerase DNA, dan denaturasi (peleburan atau melting) untai-untai DNA cetakan secara berulang-ulang (25–40 putaran). Kelebihan utama sekuensing daur adalah lebih efisiennya penggunaan pereaksi sekuensing yang mahal (BigDye) dan mampunya mengurutkan templat dengan struktur sekunder tertentu seperti hairpin loop atau daerah kaya-GC. Setiap tahap pada sekuensing daur ditempuh dengan mengubah temperatur reaksi menggunakan mesin pendaur panas (thermal cycler) PCR. Cara tersebut didasarkan pada fakta bahwa dua untai DNA yang komplementer akan saling menempel (berhibridisasi) pada temperatur rendah dan berpisah (terdenaturasi) pada temperatur tinggi. Hal penting lain yang memungkinkan cara tersebut adalah penggunaan enzim DNA polimerase dari organisme termofilik (organisme yang hidup di lingkungan bertemperatur tinggi), yang tidak mudah terurai pada temperatur tinggi yang digunakan pada cara tersebut (>95°C).

Metode Maxam-Gilbert

Pada waktu yang kira-kira hampir bersamaan dengan dikenalkannya metode sekuensing Sanger, Maxam dan Gilbert mengembangkan metode sekuensing DNA yang didasarkan pada modifikasi kimiawi DNA yang dilanjutkan dengan pemotongan DNA [2]. Metode ini mulanya cukup populer karena dapat langsung menggunakan DNA hasil pemurnian, sedangkan metode Sanger pada waktu itu memerlukan kloning untuk membentuk DNA untai tunggal. Seiring dengan dikembangkannya metode terminasi rantai, metode sekuensing Maxam-Gilbert menjadi tidak populer karena kerumitan teknisnya, digunakannya bahan kimia berbahaya, dan kesulitan dalam scale-up.

Sekuensing DNA skala besar

Metode sekuensing DNA yang kini ada hanya dapat merunut sepotong pendek DNA sekaligus. Contohnya, mesin sekuensing modern yang menggunakan metode Sanger hanya dapat mencakup paling banyak sekitar 1000 pasang basa setiap sekuensing [3]. Keterbatasan ini disebabkan oleh probabilitas terminasi rantai yang menurun secara

geometris seiring dengan bertambahnya panjang rantai, selain keterbatasan fisik ukuran dan resolusi gel.

Sekuens DNA dengan ukuran jauh lebih besar kerap kali dibutuhkan. Sebagai contoh, genom bakteri sederhana dapat mengandung jutaan pasang basa, sedangkan genom manusia terdiri atas lebih dari 3 milyar pasang basa. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk sekuensing DNA skala besar, termasuk strategi primer walking dan shotgun sequencing. Kedua strategi tersebut melibatkan pembacaan banyak bagian DNA dengan metode Sanger dan selanjutnya menyusun hasil pembacaan tersebut menjadi sekuens yang runut. Masing-masing strategi memiliki kelemahan sendiri dalam hal kecepatan dan ketepatan; sebagai contoh, metode shotgun sequencing merupakan metode yang paling praktis untuk sekuensing genom ukuran besar, namun proses penyusunannya rumit dan rentan kesalahan.

Data sekuens bermutu tinggi lebih mudah didapatkan bila DNA bersangkutan dimurnikan dari pencemar yang mungkin terdapat pada sampel dan diamplifikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan metode reaksi berantai polimerase bila primer yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh daerah yang diinginkan cukup praktis dibuat. Cara lainnya adalah dengan kloning DNA sampel menggunakan vektor bakteri, yaitu memanfaatkan bakteri untuk "menumbuhkan" salinan DNA yang diinginkan sebanyak beberapa ribu pasang basa sekaligus. Biasanya proyek-proyek sekuensing DNA skala besar memiliki persediaan pustaka hasil kloning semacam itu.

Sekuensing RNA

RNA lebih tidak stabil daripada DNA di dalam sel dan lebih rentan terhadap penguraian oleh enzim nuklease secara laboratorium. Seperti yang telah disebutkan di atas, kadang kala sekuensing RNA diperlukan walaupun informasi yang dikandung RNA sudah terdapat di dalam DNA, khususnya pada eukaryota. Dalam sekuensing RNA, metode yang umum digunakan adalah mula-mula membentuk fragmen DNA dari RNA tersebut dengan enzim transkriptase balik. Misalnya, DNA dapat disintesis dari cetakan mRNA dan disebut sebagai DNA komplementer (cDNA). Fragmen DNA tersebut kemudian dapat disekuensing dengan cara-cara seperti yang disebutkan di atas.

“ Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua “

“Rancangan Pembuatan Bioenergi Dengan Menggunakan Jerami Sebagai Bahan Dasar Pembuatan-nya”

“Rancangan Pembuatan Bioenergi Dengan Menggunakan Jerami Sebagai Bahan Dasar Pembuatan-nya”

  1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris, sebagian mata pencaharian dari penduduk Indonesia adalah Petani, bahkan Indonesia sempat menjadi Negara yang dapat mengekspor hasil pertaniannya ke beberapa negara termasuk eropa. Ditambah lagi dengan keadaan / letak geografis Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa, hal ini menyebabkan Indonesia menjadi negara yang kaya akan alam termasuk di bidang Pertanian.

Salah satu hasil pertanian adalah padi. Padi ( beras ) merupakan sumber pangan yang pokok bagi penduduk Indonesia, karena rata-rata bahan makanan pokok yang dijadikan adalah padi meskipun ada sebagian yang menjadikan bahan lain sebagai makanan pokok seperti jagung, gandum, singkong, dll. Oleh karena itu pemerintah cukup fokus terhadap bidang pertanian khususnya padi.

Pemerintah dan rakyat seolah buta bahwa ada banyak sumber energi selain bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. Bahan bakar yang tak bisa diperbarui itu sudah mengikat masyarakat sedemikian eratnya sehingga terus dicari dan diburu kendati harganya selalu melambung tinggi. Rasanya sudah jemu para pemerhati lingkungan dan ilmuwan mengingatkan bahwa bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang tak bisa diperbarui, juga tidak ramah lingkungan. Selain terancam punah, bahan bakar jenis ini dikenal pemicu polusi udara nomor satu. BBM yang dipakai kendaraan bermotor saat ini menghasilkan zat beracun seperti CO2, CO, HC, NOX, SPM dan debu. Kesemuanya menyebabkan gangguan pernapasan, kanker, bahkan pula kemandulan.

Pemerintah harus memberi perhatian khusus pada pengembangan sumber energi bahan bakar alternative ramah lingkungan. Bahan bakar macam inilah yang kita kenal dengan sebutan bioetanol. Indonesia berpotensi sebagian produsen bioetanol terbesar di dunia. Menurut Dr. Ir. Arif Yudiarto, periset di Balai Besar Teknologi Pati. Ada 3 kelompok tanaman sumber bioetanol: tanaman yang mengandung pati (seperti singkong, kelapa sawit, tengkawang, kelapa, kapuk, jarak pagar, rambutan, sirsak, malapari, dan nyamplung), bergula (tetes tebu atau molase, nira aren, nira tebu nira surgum manis) dan serat selulosa (batang sorgum, batang pisang, jerami, kayu, dan bagas).”seluruh bahan baku itu semuanya ada di Indonesia. Bahan yang mengandung pati, glukosa, dan serat selulosa ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Baru segelintir produsen Indonesia mencetak keuntungan dari proses nilai tambah bioethanol ini, padahal banyak perusahaan seperti PERTAMINA, pabrik kosmetik, parfum, farmasi, dll. sangat membutuhkan dan siap menampung dalam jumlah berapapun produk bioethanol ini, jadi potensi kedepan sangat “menjanjikan dan tidak akan pernah mati”.

Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18 %. DiIndonesia, minyak bioethanol sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal masyarakat. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti: tebu, nira, sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, sagu, jagung, jerami, bonggol jagung, dan kayu.

Pemerintah kita sebenarnya sudah cukup tanggap dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan bioenergi. Hal ini bisa kita lihat dari beberapa peraturan yang sudah dikeluarkan pemerintah.
-Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2005 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan

Tenaga Listrik
-Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan

Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain
-Keputusan Menteri ESDM No. 0002 tahun 2004 tentang Kebijakan Energi Hijau
-Keputusan Menteri ESDM No.1122K/30/MEM/2002 Pedoman Pembangkit Skala

Kecil Tersebar
-Peraturan Menteri ESDM No. 002/2006 tentang Pengusahaan Pembangkit Listrik

Tenaga Energi Terbarukan Skala Menengah

  1. SEPUTAR TENTANG JERAMI

Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang disebut padi liar.

Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia.

Padi juga dapat kita olah menjadi makanan yaitu menjadi nasi. Yang banyak mengandung nilai gizi. Salah satunya adalah karbohidrat. Sebelum di olah menjadi nasi, padi harus melakukan beberapa tahap demi tahap.

Setelah padi dipanen, bulir padi atau gabah dipisahkan dari Jerami padi. Pemisahan dilakukan dengan memukulkan seikat padi sehingga gabah terlepas atau dengan bantuan mesin pemisah gabah.

Namun yang akan kita bahas bukan mengenai tentang pembuatan nasi, melainkan proses terjadinya Jerami yang akan kita gunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan Bioetanol.

Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang paling besar di Indonesia. Pemanfaatan limbah jerami padi sebagai salah satu bahan baku alternatif produksi glukosa dalam proses bioetanol mulai dikembangkan di beberapa negara termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan karena jerami padi harganya sangat murah dan memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu 32,1%. Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi isolat jamur dari sebelas isolat yang memiliki aktivitas enzim selulase paling tinggi, menentukan pH dan suhu optimum aktivitas enzim, serta melakukan proses sakarifikasi dan mengukur gula pereduksinya. Pertama-tama dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap jerami padi yang bertujuan untuk melepaskan lignin yang merupakan faktor penghambat dalam proses sakarifikasi. Perlakuan pendahuluan ini dilakukan secara mekanik (meliputi proses pembersihan, pemotongan, dan penggilingan jerami padi) dan kimiawi (dilakukan dengan cara merendam serbuk jerami padi pada larutan 4% (w/v) NaOH). Substrat jerami yang telah dideliginifikasi ini digunakan sebagai media pertumbuhan jamur, produksi enzim, penentuan pH dan suhu optimum serta media dalam proses sakarifikasi. Pada tahap seleksi pertama terdapat 4 isolat jamur yang paling baik pertumbuhannya dalam substrat jerami padi yaitu LCT 5, LPT 3, LCS 2 dan A.awamori. Pada tahap seleksi kedua LCT 5 memiliki aktivitas paling tinggi yaitu 0,17 U/ml pada hari ke-9. Isolat jamur LCT 5 mempunyai aktivitas selulase optimum pada pH 5 dan suhu 50oC. Tahapan sakarifikasi dilakukan selama 20 jam dengan menggunakan substrat 4% (w/v) dan dilakukan beberapa variasi percobaan yang meliputi konsentrasi enzim (5%, 10%, 17%,dan 90% (v/v)), suhu (suhu 26oC dan 50oC), dan kecepatan putaran (100 rpm dan 200 rpm). Kadar glukosa tertinggi dicapai pada konsentrasi enzim 90% (v/v), suhu 26oC (suhu ruang) dan kecepatan putaran (200 rpm) dengan kadar glukosa 49,49 mg/100ml (1,24% sakarifikasi). Hal ini disebabkan karena kecepatan reaksi enzim berbanding lurus dengan konsentrasi enzim dan kecepatan putaran hingga batas waktu tertentu. Semakin cepat reaksi dan putarannya maka semakin cepat enzim berikatan dengan substrat sehingga semakin banyak produk (glukosa) yang dihasilkan. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa LCT 5 bergenus Aspergillus

Secara umum jerami dan bahan lignoselulosa lainnya tersusun dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa tersusun dari monomer-monomer gula sama seperti gula yang menyusun pati (glukosa). Selulosa ini berbentuk serat-serat yang terpilin dan diikat oleh hemiselulosa, kemudian dilindungi oleh lignin yang sangat kuat. Akibat dari perlindungan lignin dan hemiselulosa ini, selulosa menjadi sulit untuk dipotong-potong menjadi gula (proses hidrolisis). Salah satu langkah penting untuk biokonversi jerami menjadi ethanol adalah memecah perlindungan lignin ini.

  1. TAHAPAN PEMBUATAN BIOETANOL

Jerami padi mengandung kurang lebih 39% sellulosa dan 27,5% hemiselullosa. Kedua bahan polysakarida ini dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi ethanol. Potensi produksi jerami padi per ha kurang lebih 10 – 15 ton, jerami basah dengan kadar air kurang lebih 60%. Jika seluruh jerami per ha ini diolah menjadi ethanol (fuel grade ethanol), maka potensi produksinya kurang lebih 766 hingga 1,148 liter/ha FGE (perhitungan ada di lampiran). Dengan asumsi harga ethanol fuel grade sekarang adalah Rp. 5500,- (harga dari pertamina), maka nilai ekonominya kurang lebih Rp. 4,210,765 hingga 6,316,148 /ha.

Menurut data BPS tahun 2006, luas sawah di Indonesia adalah 11.9 juta ha. Artinya, potensi jerami padinya kurang lebih adalah 119 juta ton. Apabila seluruh jerami ini diolah menjadi ethanol maka akan diperoleh sekitar 9,1 milyar liter ethanol (FGE) dengan nilai ekonomi Rp. 50,1 trilyun. Jika dihitung-hitung ethanol dari jerami sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan bensin nasional.

Komponen

Kandungan (%)

Hemiselulosa

27(+/- 0.5)

Selulosa

39(+/- 1)

Lignin

12(+/- 0.5)

Abu

11(+/- 0.5)

Potensi etanol dari jerami padi menurut Kim and Dale (2004) adalah sebesar 0.28 L/kg jerami. Sedangkan kalau dihitung dengan cara Badger (2002) adalah sebesar 0.20L/kg jerami. Nah, dari data ini bisa diperkirakan berapa potensi etanol dari jerami padi di Indonesia, yaitu:

Jerami

Kim and Dale (2004)

Badger (2002)

54,700

15,316 juta liter

10,940 juta liter

82,050

22,974 juta liter

16,410 juta liter

Kita ambil data yang ‘pesimis’ yaitu cara Badger (2002), jumlah etanol tersebut dapat menggantikan bensin sejumlah: 7,915 - 11,874 juta liter. Cukup untuk memenuhi kebutuhan bensin nasional selama satu tahun.

Sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut jerami perlu dilakukan perlakuan pendahuluan. Perlakuan pendahuluan ini antara lain adalah pengeringan dan pencacahan. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air jerami sehingga jerami dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. Pencacahan bertujuan untuk memperkecil ukuran jerami sehingga lebih mudah dilakukan pengolahan.

Jerami sebaiknya langsung dicacah setelah dipanen. Jerami basah lebih mudah dikeringkan daripada jerami kering. Pencacahan dapat menggunakan mesin pencacah. Karena bentuknya yang berserabut, mesin cacah didesain sedemikian rupa agar jerami dapat tercacah dengan baik dan tidak melilit pada bagian pisau-nya. Kami sedang mendesain mesin pencacah yang digunakan khusus untuk pembuatan pulp.

Pengeringan jerami dapat dilakukan dengan pejemuran di bawah sinar matahari. Jika sinar matahari sedang terik, satu hari sudah cukup untuk mengeringkan jerami. Tetapi jika hari mendung, seperti saat-saat sekarang ini pengeringan bisa dilakukan berhari-hari.

Jerami basah dalam waktu satu atau dua hari sudah langsung terkomposkan. Suhu akan meningkat dengan cepat dan biasanya akan muncul bau yang tidak sedap. Tetapi jika jerami dikeringkan dapat bertahan beberapa bulan. Asalkan dijaga tetap kering.

Secara umum jerami dan bahan lignoselulosa lainnya tersusun dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa tersusun dari monomer-monomer gula sama seperti gula yang menyusun pati (glukosa). Selulosa ini berbentuk serat-serat yang terpilin dan diikat oleh hemiselulosa, kemudian dilindungi oleh lignin yang sangat kuat. Akibat dari perlindungan lignin dan hemiselulosa ini, selulosa menjadi sulit untuk dipotong-potong menjadi gula (proses hidrolisis). Salah satu langkah penting untuk biokonversi jerami menjadi ethanol adalah memecah perlindungan lignin ini.

Peralatan Proses

Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut:

Peralatan penggilingan

Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi

External Heat Exchanger

Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators)

Tangki Penampung Bubur

Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor

Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol

Boiler, termasuk system feed water dan softener

Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting

Proses biokonversi jerami menjadi ethanol adalah :

panen -> pretreatment -> hidrolisis -> fermentasi -> distilasi -> dehidrasi.

1.) Persiapan Bahan Baku

Jerami padi yang baru saja dipanen dikumpulkan di suatu tempat. Jerami ini kemudian di cacah-cacah dengan mesin cacah agar ukurannya menjadi kecil-kecil dan siap untuk dilakukan pretreatment. Banyak cara untuk melakukan pretreatment, misalnya dengan cara ditekan dan dipanaskan secara cepat dengan uap panas (Steam Exploaded).


Bisa juga dengan cara direndam dengan kapur selama waktu tertentu. Ada juga yang merendamnya dengan bahan-bahan kimia yang bisa membuka perlindungan lignin. Setelah pelindung lignin ini menjadi ‘lunak’, maka jerami siap untuk dihidrolisis.

2.) Hidrolisis

Ada dua cara umum untuk hidrolisis, yaitu: hidrolisis dengan asam dan hidrolisis dengan enzyme. Hidrolisis asam biasanya menggunakan asam sulfat encer. Jerami dimasak dengan asam dalam kondisi suhu dan tekanan tinggi. Dalam kondisi ini waktu hidrolisisnya singkat. Hidrolisis bisa juga dilakukan dalam suhu dan tekanan rendah, tetapi waktunya menjadi lebih lama. Hidrolisis dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama sebagian besar hemiselulosa dan sedikit selulosa akan terpecah-pecah menjadi gula penyusunnya. Hidrolisis tahap kedua bertujuan untuk memecah sisa selulosa yang belum terhidrolisis. Dengan dua tahap hidrolisis ini diharapkan akan diperoleh gula dalam jumlah yang banyak.


Hidrolisat jerami

Cairan hidrolisat (hasil hidrolisis) asam memiliki pH yang sangat rendah dan kemungkinan ada juga senyawa-senyawa yang beracun untuk mikroba. Hidrolisat ini harus dinetralkan dan didetoksifikasi sebelum difermentasi menjadi ethanol. Tujuan dari netralisasi dan detoksifikasi adalah untuk menetralkan pH dan menghilangkan senyawa racun tersebut. Hidrolisat yang sudah netral tersebut siap untuk difermentasi menjadi ethanol.

Cara kedua hidrolisis adalah dengan menggunakan enzyme selulase. Enzyme ini memiliki kemampuan untuk memecah selulosa menjadi glukosa. Penggunaan enzyme lebih efisien dalam menghidrolisis selulosa. Keuntungan lainnya adalah bisa digabungkan dengan proses fermentasi yang dikenal dengan metode SSF (simultaneous sacharification and fermentation). Namun untuk saat ini harga enzyme masih mahal.

3.) Fermentasi

Proses fermentasi hidrolisat selulosa sama seperti proses fermentasi etanol pada umumnya. Mikroba yang umum digunakan adalah ragi roti (yeast). Setelah hidrolisat difermentasi selama beberapa waktu, maka tahap berikutnya adalah purifikasi ethanol.

4.) Purifikasi

Proses purifikasi ethanol ini tidak jauh berbeda dengan purifikasi ethanol dari singkong. Prosesnya meliputi distilasi dan dehidrasi. Proses distilasi akan meningkatkan kandungan ethanol hingga 95%. Sisa air yang masih ada dihilangkan dengan proses dehidrasi hingga kandungan ethanol mencapai 99.5%. Ethanol siap digunakan untuk mobil Anda.

  1. CABANG ILMU BIOLOGI YANG TERKAIT

Penerapan aplikasi bioteknologi suatu organisme dalam teknologi yang bermanfaat bagi manusi dan produksi. Penggunaan organisme tersebut secara terarah, terkontrol yang merupakan aplikasi terpadu secara biokimia, mikrobiologi dan teknologi kimia. Manfaat bagi manusia antara lain di bidang industri, kesehatan, pertanian, peternakan dan manfaat lainnya. Penggunaan biokimia, mikrobiologi dan rekayasa kimia secara terpadu mempunyai tujuan untuk mencapai penerapan teknologi dari kemampuan mikroba dan sel kultur jaringan. Jadi bidang-bidang ilmu yang harus dipelajari dalam bioteknologi adalah biologi sel, biokimia, fisiologi, mikrobiologi, genetika dan rekayasa genetika.

-) Peran manfaat bioteknologi di masa depan

Untuk memenuhi berbagai kebutuhan pokok manusia, teknologi di bidang biologi tampak semakin menjadi tumpuan. Ini tampak terutama dalam dasawarsa terakhir ini, di mana teknologi nyaris merambah semua aspek kehidupan. Secara internasional, bioteknologi terbukti telah diaplikasikan secara sukses di bidang kedokteran, pertanian, peternakan dan buhkan di bidang persenjataan militer. Teknologi inseminasi buatan perlu dukungan penelitian ke arah sexing sperma, sebab untuk sapi perah lebih diharapkan akan lahir betina, sedang untuk sapi potong yang diambil dagingnya diharapkan akan lahir jantan. Seterusnya ke embrio transfer dengan ini ternak unggul dapat diperbanyak dalam jumlah tak terbatas. Di dalam pengembangan embrio transfer perlu peningkatan metode pemindahan embrio dan penentuan jenis kelamin embrio yang dikehendaki. Untuk peningkatan kualitas limbah pertanian telah dilakukan manipulsi mikroba rumen dengan memanfaatkan gen selulosa dalam mikroba untuk menghasilkan enzim selulosa pemecah selulosa menjadi gula dan lignin. Di samping juga dicoba berbagai jenis jamur. Mengenai kebutuhan konsentrat yang terus meningkat, maka ditempuh aplikasi bioteknologi di antaranya penggunaan pemacu tumbuh, juga melakukan metode konvensional antara lain penyimpanan jagung dalam gudang yang besar, diversifikasi bahan, substitusi jagung, tepung kedelai dan tepung ikan dengan bahan lainnya.

Biokimia adalah kimia mahluk hidup. Biokimiawan mempelajari molekul dan reaksi kimia terkatalisis oleh enzim yang berlangsung dalam semua organisme. Lihat artikel biologi molekular untuk diagram dan deskripsi hubungan antara biokimia, biologi molekular, dan genetika.

Biokimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi komponen selular, seperti protein, karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan biomolekul lainnya. Saat ini biokimia lebih terfokus secara khusus pada kimia reaksi termediasi enzim dan sifat-sifat protein.

Saat ini, biokimia metabolisme sel telah banyak dipelajari. Bidang lain dalam biokimia di antaranya sandi genetik (DNA, RNA), sintesis protein, angkutan membran sel, dan transduksi sinyal

Ilmu Gizi

Ilmu Gizi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang kandungan gizi berbagai zat / makanan ( benda )

Ilmu Gizi sendiri dalam definisinya adalah suatu cabang Ilmu Pengetahuan yang khusus mempelajari hubungan antara makanan dan Kesehatan Tubuh, (PIN Dietetik, 2003). Di Indonesia jumlah Tenaga Gizi yang tersebar baik dipelayanan maupun di pendidikan adalah (Depkes, 2003) sebanyak 10,685 orang atau 2,37 % dari total Tenaga Kesehatan.

Menurut Dr Leverton (2003) konsep dasar pendidikan Ilmu Gizi bisa dinamis dan bermanfaat dimasa yang akan datang adalah :

1. Ilmu gizi yang mempelajari bagaimana makanan dimakan serta manfaatnya.

2. untuk pertumbuhan dan kesehatan perlu makanan dari bahan gizi yang berbeda

3. jumlah zat gizi harus sesuai dengan kebutuhan

4. penanganan efek makanan dari bahan gizi, terhadap keselamatan, penampilan dan rasa dari bahan makanan.

  1. KESIMPULAN

Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit energi dengan volume defisit semakin meningkat. Hal ini terjadi karena sementara konsumsi energi terus meningkat, sumber energi, khususnya yang tidak terbarukan, semakin menurun. Untuk mengatasi hal ini, pengembangan sumber energi yang terbarukan merupakan pilihan yang strategis. Dalam konteks ini, pemanfaatan produk bioetanol dan limbahnya mempunyai potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternative substitusi BBM. Produk bioetanol dan limbahnya mempunyai potensi besar sebagai sumber energi yang terbarukan. Dengan perkembangan industri dan pertanian salah satunya Jerami, yang relatif pesat, upaya untuk mewujudkan hal tersebut perlu mendapat prioritas. Indonesia perlu segera memacu diri untuk mewujudkan hal tersebut sehingga ketertinggalan dengan negara lain dalam hal teknologi dan implementasi dapat terus diperkecil. Hal ini memerlukan dukungan semua pihak, khususnya pelaku bisnis, lembaga riset, dan pemerintah. Kebijakan Pemerintah perlu diarahkan pada pemberian insentif finansial kepada industri yang merintis kegiatan pengembangan energi terbarukan seperti ini, misalnya dengan memanfaatkan sebagian dana kompensasi pencabutan subsidi BBM.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell 2000 Biologi Edisi kelima Jilid I. Jakarta : Erlangga

http://ipabutek.blogspot.com/2009/01/genetika.html

http://bebas.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0152%20Bio%203-7d.htm

http://www.bsl-online.com/energi/archive/1.html

http://indonesiaenergywatch.com/info-info/bagaimana-cara-membuat-

bioetanol.html

P. Eka Suraya Lily, Sukandar Dede “ konversi Pati gayong ( Canna edulis Ker.) Menjadi Bioetanol melalui hidrolisis Asam dan Fermentasi “ Jurnal Penelitian 2008