Minggu, 21 Juni 2009

Gen dan Kromosom

Pada saat Mendel mempublikasikan hasil penelitiannya, konsep sel sebagai unit dasar hidup telah berumur kurang-lebih 30 tahun. Namun saat itu, elemen-elemen struktural sel baru dalam proses penelitian intensif sejalan dengan dikembangkannya mikroskop dan sistem pewarna sel. Rekaan pertama hasil studi ini adalah bahwa sel terdiri dari dua domain yang terpisah dengan jelas: bagian inti (nukleus) dan bagian pinggiran (sitoplasma). Keduanya dipisahkan oleh selaput inti.


Ditemukan selanjutnya bahwa pada bagian inti ada dua bagian yang secara morfologi dapat dibedakan, yaitu daerah butiran (kromatin) yang berwarna lebih kuat jika di warnai dengan pewarna tertentu, dan bagian inti nukleus (nucleolus) yang warnanya tidak serupa dengan kromatin. Sitoplasma sendiri terdiri dari beberapa organela seperti sentriola dan vakuola.


Studi-studi embriologi menunjukan bahwa sel-sel penyusun tubuh organisme tingkat tinggi berasal dari suatu seri pembelahan sel yang diawali oleh sel telur yang dibuahi (diktum Rudolf Virchow, tahun 1850-an). Dari studi-studi sitologi sel kelamin jantan dan sel kelamin betina, ditemukan bahwa walaupun ukuran sel telur sangat besar, namun baik sel kelamin jantan dan sel kelamin betina memiliki inti sel dengan ukuran yang sama, dan kedua-duanya memberi sumbangan hereditas yang sama.


Dikarenakan kesamaan sumbangan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina kepada pewarisan sifat, dan ketidakseimbangan kontribusi daerah sitoplasma, maka diduga inti sel dan bukan sitoplasma sebagai tempat bersemayannya pewarisan sifat seluler.


Pada saat Mendel meninggal tahun 1884, telah diketahui bahwa kromatin inti sel terdiri dari partikel-partikel yang membentuk benang-benang dengan jumlah tertentu, atau kromosom, dan yang sangat penting adalah bahwa inti sel jantan dan inti sel betina menyumbangkan kromosom dalam jumlah yang sama kepada telur yang dibuahi. Setelah pembelahan sel telur, setiap anggota dari satuan ganda kromosom ini nampak terbelah secara longitudinal dan dipilah ke dalam dua sel turunan (daughter cells) melalui suatu proses yang dinamakan mitosis. Melalui proses ini, setiap sel memperoleh kedua set ganda kromosom dari sel telur yang dibuahi.


Analisis mikroskopik sel-sel ovarium dan testis binatang dewasa yang aktif membela tersingkap bahwa ada proses lain dari pemilahan kromosom. Pada sel-sel ini, jumlah kromosom per tubuh sel menjadi setengah, sehingga inti sel dari sel telur dan sel sperma mengandung satu set tunggal kromosom yang dimiliki oleh telur dan sperma dari bapak dan ibu. Proses-proses tersebut disebut meiosis.


Wilhelm Roux (1880-an) berpendapat bahwa sangat sulit membayangkan jika mitosis dan meiosis hadir tanpa maksud yang baik. Proses meiosis dan mitosis ada karena kromosom adalah penyusun bahan hereditas, demikian argumentasinya. Tanpa sadar atas penemuan Mendel, ia mengajukan postulat bahwa unit-unit hereditas diatur secara linier dalam benang-benang kromosom.


Pemikiran Roux’s langsung di sambar oleh August Weismann dan mengembangkannya ke dalam teori yang lebih sempurna mengenai hereditas dan perkembangan. Ia mengemukakan bahwa pada organisme multiseluler yang berbiak secara seksual, jumlah satuan-satuan hereditas diparuh pada saat pembentukan sel telur betina dan sperma atau tepungsari (sel-sel germ). Jumlah awal satuan-satuan hereditas kemudian dipulihkan saat penggabungan inti sel telur betina dan jantan dalam proses pembuahan yang menghasilkan individu baru. Bahan hereditas individu baru ini setengahnya berasal dari sang ibu dan setengahnya lagi dari sang ayah.


Sayangnya Weissmann gegabah dengan mengatakan bahwa setiap kromosom dalam inti sel membawa semua informasi untuk memproduksi satu individu tunggal. Hal ini tidak sesuai kenyataan bahwa tanaman kapri memiliki 14 kromosom, dan tidak cocok dengan inferensi Mendel (yang saat itu belum diketahui) bahwa tanaman kapri memiliki dua, dan bukan empat belas, kopy dari setiap satuan hereditasnya. Teori Weissman menjadi sangat dikenal saat itu, dan mendorong studi-studi pemuliaan kuantitatif seperti yang telah dibuat Mendel 35 tahun sebelumnya.


Salah satu pendukung utama Teori Weissman adalah Hugo de Vries. Walaupun de Vries menolak beberapa pandangan teori ini, ia melengkapinya dengan mengatakan bahwa setiap satuan-satuan hereditas yang dipostulatkan mengendalikan karakter tunggal, dan unit-unit ini dapat di kombinasikan dengan berbagai cara pada turunannya. Untuk menguji dugaan ini, dia melakukan percobaan seperti yang dilakukan oleh Mendel, dengan kesimpulan yang sama seperti yang diperoleh Mendel. Percobaan dan kesimpulan yang sama pada waktu yang hampir bersamaan (dua bulan dilaporkan lebih awal) juga dilakukan oleh Carl Correns (Januari 1900) Ditemukannya kembali tulisan-tulisan Mendel melahirkan kegemparan yang luar biasa di kalangan ilmuan karena hukum-hukum yang dideduksi dari percobaan-percobaannya kemudian dapat dipahami dalam pengertian perilaku kromosom dalam mitosis dan meiosis, yaitu bahwa setiap kromosom membawa hanya sebagian dari semua satuan hereditas yang penting untuk memproduksi individu sempurna, sehingga keseluruhan unit kromosom yang ada dalam sel germ mencakup hanya satu jiplakan (copy) dari setiap unit. Sel yang membawa unit kromosom tunggal ini disebut dalam keadaan haploid. Sehingga, individu yang berasal dari telur yang dibuahi mengandung sepasang satuan hereditas homologi, yaitu yang berasal dari bapak dan ibu. Sel yang membawa satuan kromosom ganda dikatakan dalam keadaan diploid.


Di saat terjadi reduksi dalam meiosis dari dua kromosom dalam sel-sel diploid menjadi masing-masing unit tunggal, maka individu memberikan satu jiplakan tunggal dari setiap satuan hereditas ke sel-sel germ haploid yang dengannya ia memperanakan turunannya.


Terjelaskannya faktor Mendel dalam perilaku mitosis dan meiosis melahirkan dorongan yang luar biasa untuk melakukan studi-studi genetika. Istilah-istilah baru kemudian muncul. Yang muncul pertama kali adalah disiplin itu sendiri diberi nama genetika (genetics), dan unit bawaan dasar Mendel disebut gen (gene). Dua gen homologi mewakili dua bentuk alternatif disebut allelomorf (allelomorphs) yang kemudian disingkat allela (alleles). Individu yang berkembang dari telur yang dibuahi disebut zigot (zygote), individu homozigot (homozygote) yaitu individu yang membawa sepasang allela identik, dan sebaliknya heterozigot (heterozygote) bagi individu yang membawa sepasang allela yang berbeda dari gen tertentu. Jumlah keseluruhan gen yang ada dalam satu individu, dengan kata lain seluruh kromosom disebut genom (genome).


Di tahun 1901 de Vries mengajukan proposal bahwa alella-allela berbeda dari gen yang sama muncul melalui perubahan tidak kontinu dan sekonyong-konyong, suatu proses yang dinamainya mutasi (mutation). Dengan ide mutasi, berkembang selanjutnya mutasi gen sebagai sumber keragaman genetis. Konsep-konsep yang diturunkan dari hukum Mendel kemudian diperluas pada berbagai organisme yang lain.


Impetus baru penelitian genetika diperoleh pada tahun 1910 sewaktu Thomas H. Morgan dan kelompoknya di Universitas Columbia melakukan penelitian genetika pada lalat buah anggur (vinegar fly; Drosophila) untuk menjawab satu dari persoalan genetis dan filosofis saat itu yaitu “apa yang menentukan sel telur yang telah dibuahi menjadi jantan atau betina?


Melalui studi morfologi kromosom, Morgan dan kawan-kawan membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata dalam perangkat kromosom jantan dan betina. Pada sel diploid betina terdapat 4 pasang kromosom homologi; pada sel diploid jantan hanya terdapat tiga pasang, dua kromosom sisanya nampaknya tidak sepadan, yang satu berukuran besar dan yang lain berukuran kecil. Kedua kromosom berbeda itu disebut X dan Y.


Membandingkan dengan pasangan-pasangan yang ada pada betina, disimpulkan bahwa sang betina membawa dua kromosom X dan tidak memiliki kromosom Y. Dengan demikian, jika individu membawa sepasang kromosom XX maka individunya adalah betina, dan individu dengan kromosom XY adalah jantan. Baik kromosom X dan Y kemudian dinamai Kromosom Seks. Hal ini kemudian menjadi jelas bahwa seks diturunkan sesuai dengan gen-gen Mendelian yang sederhana dimana X/X homosigot adalah betina, dan X/Y heterosigot adalah jantan.


Dengan demikian, semua telur haploid dari betina yang di hasilkan oleh meiosis membawa satu kromosom X, sebaliknya sperma haploid yang dihasilkan meiosis dalam testis jantan, setengahnya membawa kromosom X dan setengahnya lagi membawa kromosom Y. Dengan demikian, pembuahan sel telur oleh sperma pembawa kromosom X akan menghasilkan zigot betina, dan sebaliknya pembuahan sel telur oleh sperma pembawa kromosom Y akan menghasilkan zigot jantan.


Impetus kedua berasal dari T.H Morgan dan kelompoknya. Mereka menemukan 85 bentuk mutan yang menyimpang dari tipe normal (wild type), seperti bentuk sayap, warna tubuh, warna mata, bentuk bristel, dan ukuran mata. Mutan-mutan tersebut disebabkan oleh mutasi spontan tunggal yang jarang.


Tersedianya mutan-mutan tersebut di laboratorium memungkinkan percobaan kawin silang dirancang guna mendalami mekanisme pewarisan sifat. Hasil persilangan antara lalat bermutan dua gen (yang letaknya di dua kromosom yang berbeda) dengan lalat pembawa allela normal, meneguhkan temuan Mendel bahwa karakter resesif menghilang pada generasi pertama dan muncul kembali dalam rekombinasi acak di antara turunan kedua setelah kawin sendiri.


Apabilah kawin silang dilakukan untuk dua karakter yang berada pada kromosom yang sama, maka kedua allela tersebut cenderung muncul di antara rekombinasi turunan kedua dalam kombinasi yang sama. Temuan ini melahirkan pemahaman bahwa gen-gen yang berpaut demikian (linked genes) membentuk satu kesatuan struktur genetis, sehingga mereka harus bergerak bersama-sama dalam segregasi kromosom diploid selama meiosis.


Namun demikian, walaupun kedua karakter itu terpaut dalam satu kromosom, beberapa rekombinasi juga berlangsung antara gen dalam kromosom yang sama. Dalam hal ini, pada turunan kedua terdapat lalat yang membawa pada kromosom yang sama satu gen yang allela-nya disuplai oleh induk yang satu dan gen yang lain allelanya disuplai oleh induk yang lain. Morgan menafsirkan hasil ini dalam pengertian terjadinya pindah silang (crossing over) kromosom-kromosom homologi.


Basis sitogetika pindah silang sebelumnya telah ditunjukkan oleh F.A. Janssens dalam pembelahan sel meiosis. Pada tahapan tertentu dalam meiosis, setiap pasang kromosom homologi dari sel diploid membentuk penjajaran titik-demi-titik (point-by-point alignment) atau disebut juga sinapsis (synapsis). Dalam sinapsis terjadi pelukaan ditempat-tempat persentuhan antar dua kromosom homologi yang berpasangan, yang dilanjutkan dengan pertukaran potongan dari masing-masing kromosom yang berpasangan. Jadilah dua kromosom rekombinan.


Dikarenakan probabilitas membuat suatu pelukaan dan penggabungan kembali bersifat tetap untuk setiap satuan panjang kromosom yang bersinapsis maka semakin dekat jarak antara dua gen pada kromosom yang sama semakin kecil kemungkinan kejadian pindah-silang antara keduanya, sehingga semakin kecil rekombinasi antara alela-alelanya. Hal ini memungkinkan dilakukannya pembuatan peta posisi gen mutan pada kromosom lalat buah.


Dengan melakukan perhitungan frekuensi segregasi gen-gen yang berpaut di antara turunannya (offspring) dari sejumlah besar mutan, Morgan dan kawan-kawan dapat membangun peta genetika gen-gen mutan pada ke empat kromosom Drosophila.


Penemuan-penemuan T. H Morgan dan para ahli genetika lain memantapkan pemahaman gen sebagi suatu faktor yang berlokasi dalam tempat tertentu dalam kromosom, yang kemudian menjadi dasar-dasar penting dari apa yang disebut dengan genetika klasik. Namun demikian, dalam genetika klasik, gen masih dipahami sebagai suatu konsep yang abstrak dan tidak dapat dipecah-pecah menjadi serpihan-serpihan material. Pemahaman gen sebagai sesuatu yang bersarang dalam struktur-struktur materi dikenal kemudian setelah penelitian mengenai perilaku kromosom dan penelitian mutasi dikembangkan.


Mengomentari pemahaman saat itu tentang teori genetika H. J. Muller, seorang ahli genetika terkenal dan penerima hadial Nobel, dalam pesta mengenang 50 tahun ditemukannya kembali hasil kerja Mendel mengatakan: “Inti riil teori genetika masih nampak berada pada ketidaktahuan yang dalam. Yaitu bahwa kita masih belum memiliki pengetahuan yang aktual dari mekanisme dibalik sifat-sifat unik yang membuat suatu gen adalah gen –yaitu kemampuannya menyebabkan sintesis struktur yang lain seperti dirinya sendiri, dimana bentuk mutasinyapun ikut di-copy.

Gen menurut Mendel

Anda tentu sering mendengar komentar yang mengatakan bahwa si Kastro (anak) memiliki sifat/ciri seperti si Yono (bapaknya); atau anda mungkin pernah memiliki pengalaman memilih-milih buah yang besar, manis, dan kemudian bijinya dicoba ditanam kembali. Anda mungkin pernah mendengar perbincangan umum yang mengomentari sifat-sifat orang dari berbagai suku: “Orang Jawa ciri-cirinya A, B, dan C; orang Cina ciri-cirinya A’, B’, C’; dan orang Irian ciri-cirinya A”, B”, C”. Orang Eropa kulitnya putih, berbadan tinggi, dan berhidung mancung. Itulah kiranya rekaan yang sering didengar.


Contoh-contoh di atas menyiratkan pengakuan adanya faktor-faktor turunan yang berasal dari tetua, atau ciri-ciri tetap yang melekat pada sekelompok organisme tertentu yang telah ada turun-temurun. Pengakuan demikian tentunya telah ada jauh sebelum genetika sebagai ilmu dibangun. Sejarah pertanian mencatat bahwa jauh sebelum Gregor Mendel menemukan faktor tetap yang diturunkan (yang kemudian dinamai gen) pada tanaman kapri (Pisum sativum ), manusia telah terlibat dalam proses seleksi sifat-sifat yang baik dari tumbuhan berdasarkan kriteria ukuran buah besar, rasa manis, lezat, tidak beracun, dan berdaya hasil tinggi.


Sejarah juga mencatat bahwa pengakuan adanya hubungan kekerabatan, atau paling tidak hubungan relasional antara sekelompok makluk hidup secara morfologis, telah dibangun sekitar abad 17 oleh C. Linaeus dan menjadi dasar-dasar logika klasifikasi dan penamaan organisme dengan metode binomial nomenclature. Namun demikian, pemahaman tentang makluk hidup sebagai suatu unit yang diskrit dan tetap, masih dianut. Baru setelah Charles Darwin mengajukan teori evolusinya yang menekankan pada hubungan terus-tak putus- diantara organisme, maka pemahaman ini berubah secara radikal.


Walaupun teori evolusi telah didengungkan sebelum proposal Darwin, melalui dia pemahaman tentang proses-proses evolusi berubah secara radikal. Proposalnya mengenai bukti-bukti evolusi dan teori seleksi alamiahnya begitu menyeluruh dan didukung oleh data yang ia kumpulkan serta hasil-hasil sintesis data dinamika geologi dan palaentologi.


Gregor Mendel seorang pendeta yang tinggal di biara di Brünn, Moravia (saat ini dikenal dengan nama kota Brno Czechoslovakia) adalah orang yang pertama-tama mengidentifikasi adanya sifat-sifat kekal yang diturunkan dari orang tua kepada keturunannya. Berdasarkan percobaan-percobaan kawin silangnya pada kacang kapri ia berhasil mengidentifikasi bahwa karakter-katakter yang sedang diamatinya menurun dan bersifat tetap dari satu generasi ke generasi lain sepanjang yang dapat ia amati.

Ia mengawinkan galur murni kapri berbunga putih dan kapri berbunga merah dengan hasil bunga berwarna merah pada turunan pertamanya (prinsip dominansi). Karakter yang tampak pada turunan pertama ini disebut karakter dominan, yaitu warna bunga merah. Sewaktu dilakukan kawin sendiri antara gamet jantan dan gamet betina (selfing), diperoleh bunga-bunga warna merah dan putih dengan perbandingan 3:1.


Berbeda dengan sangkaan umum saat itu, Mendel menyimpulkan melalui percobaan tersebut bahwa karakter-karakter itu tidak melebur, tetapi melakukan segregasi menurut keasliannya pada turunan kedua. Dengan demikian karakter-karakter itu bebas satu dari yang lain dan masing-masing diwariskan dari induk kepada turunannya (offspring) sebagai satuan-satuan terpisah.


Kesimpulan tersebut mengimplikan bahwa warna bunga merah (fenotipe A) sesungguhnya mengandung dua unsur genotipe (Aa). Keduanya bersegregasi dan muncul pada turunan berikutnya. Bentuk genotipe A dan a disebut juga bentuk-bentuk alternatif, dan disebut allela (alleles =gen-gen pasangan). Allela kuat (dominant) selalu akan menutupi allela lemah (recessive) dalam ekspresi fenotipiknya. Dan karakter bersifat lemah akan muncul bilamana pasangan genotipenya juga lemah (misalnya a berpasangan dengan a = putih). Namun demikian, dominansi sempurna tidak selalu berlaku. Allela terkadang menunjukkan dominansi parsial atau bahkan tidak menunjukan dominansi, atau codominance.


Gregor Mendel melanjutkan percobaan kawin silangnya untuk dua karakter berbeda yaitu antara kapri berbiji merah dan bulat dengan kapri berbiji putih dan kisut. Pada turunan pertamanya diperoleh biji berwarna merah dan bulat. Hasil ini persis sama dengan prinsip dominansi yang telah dibuktikan pada percobaan terdahulunya yaitu bahwa biji bulat berwarna merah merupakan karakter dominan. Sewaktu kawin sendiri, hasil bijinya memiliki komposisi fenotipe 9 berbiji bulat merah, 3 berbiji kisut merah, 3 berbiji bulat putih, dan 1 berbiji kisut putih.


Hasil percobaan lanjutannya ini tetap konsisten dengan prinsip segregasi hasil percobaan pertama yaitu bahwa karakter-karakter asli muncul kembali pada turunan keduanya. Hal yang lebih menarik pada percobaan kedua ini adalah bahwa selain muncul dua tipe parental: biji merah bulat, dan biji putih kisut; juga muncul tipe-tipe antara yang mungkin (reciprocal) yaitu: biji merah kisut dan biji putih bulat. Tipe-tipe baru ini disebut tipe-tipe rekombinan (recombinant types).


Karena tersembunyinya genotipe resesif oleh efek allela dominan pada F1, kawin-silang balik (backcross) antara gamet yang genotipenya tidak diketahui (misalnya biji dengan fenotipe merah bulat) dengan gamet yang berasal dari biji homosigot resesif (dalam hal ini biji kisut putih), maka segregasi bebas gamet-gamet dari biji dengan genotipe yang tidak diketahui akan muncul dalam setiap kombinasi dengan gamet-gamet resesif. Sehingga, kombinasi setiap susunan genetis mungkin yang fenotipenya tidak diketahui, akan muncul dalam biji hasil kawin silang balik.


Inferensi lanjut dari temuan ini ialah bahwa pada turunan F2, pembentukan gamet melibatkan asosiasi acak dari setiap kombinasi yang mungkin antara satu dari allela-allela karakter warna biji dengan satu dari allela-allela bentuk biji (prinsip berpasangan bebas; Mendel’s principle of independent assortment).


Dengan demikian, ada empat tipe gamet yang mungkin dibentuk dalam proporsi yang sama. Andaikan warna biji merah dominan disebut A, warna biji putih resesif disebut a, biji bulat dominan disebut B, dan biji kisut disebut b, maka keempat kombinasi gamet yang mungkin adalah: AB, Ab, aB, dan ab; dan mereka akan melakukan asosiasi secara acak membentuk zigot pada generasi berikutnya.


Pada waktu Mendel mengidentifikasi “faktor” yang diturunkan -yang kemudian disebut gen, faktor tersebut tidak dipahami sebagai sesuatu yang material. Kromosom dan banyak aspek lain dari biologi reproduksi belum di kenal. Gen lebih dipahami sebagai sifat tertentu yang diturunkan dari induk kepada turunannya.


Dalam suratnya kepada Carl K. von Nägeli –seorang ahli ilmu botani terpandang saat itu, Mendel berkata: “sebagai pekerja empiris, saya harus mendefinisikan konstansi tipe (constancy of type) sebagai retensi (=retention, kebertahanan; hak tetap memiliki) suatu karakter selama periode observasi.


Namun demikian, Mendel, walaupun seorang empiris, membuka pemahamannya tentang gen kepada formalisasi matematis. Katanya: “penelitian-penelitian saya dengan karakter-karakter tunggal semuanya menuju pada kesimpulan yang sama bahwa dari benih-benih hasil kawin silang, -pada turunan pertama setelah kawin sendiri- setengahnya berkarakter hibrid (Aa) dan sisa yang lain memperoleh karakter-karakter induk A atau b dengan jumlah yang sama. Jadi, jika dari empat tanaman, dua di antaranya memiliki karakter hibrid Aa, satu berkarakter induk A, dan yang lain berkarakter induk a maka 2Aa + A + a atau A + 2Aa + a adalah seri-seri perkembangan empiris sederhana dari dua karakter yang berdiferensiasi. Demikian pula bahwa jika dua atau tiga karakter yang berdiferensiasi dikombinasikan dalam suatu hibrid maka seri perkembangannya adalah suatu kombinasi dari dua atau tiga seri-seri sederhana. Sampai pada titik ini, saya tidak percaya bahwa saya dapat didakwa (be accused) telah meninggalkan kenyataan eksperimentasi (the realm of experimentation). Jika selanjutnya saya memperluas kombinasi seri-seri sederhana ini pada bilangan berapapun dari perbedaan-perbedaan antara dua tumbuhan induk, maka saya telah memasuki wilayah rasional” (G. Mendel, 18 April 1867).


Dalam kalimat yang terakhir inilah, yaitu “memasuki wilayah rasional” tersirat pemikiran Mendel bahwa temuannya mengenai segregasi 2Aa + A + a berlaku umum pada jumlah karakter bilangan berapapun, sehingga membuka ilmu genetika ke wilayah formalisasi matematis dan deduktif. Artinya bahwa individu terdiri dari sejumlah besar (ribuan) karakter bawaan, dan anakan (=offspring) merupakan fungsi dari berbagai kombinasi yang mungkin dari sejumlah karakter-karakter bawaan itu.

KATABOLISME

Katabolisme adalah serangkaian reaksi yang merupakan proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan membebaskan energi, yang dapat digunakan organisme untuk melakukan aktivitasnya. Termasuk didalamnya reaksi pemecahan dan oksidasi molekul makanan seperti reaksi yang menangkap energi dari cahaya matahari. Fungsi reaksi katabolisme adalah untuk menyediakan energi dan komponen yang dibutuhkan oleh reaksi anabolisme.

Sifat dasar yang pasti dari reaksi katabolisme berbeda pada setiap organisme, dimana molekul organik digunakan sebagai sumber energi pada organotrof, sementara litotrof menggunakan substrat anorganik dan fototrof menangkap cahaya matahari sebagai energi kimia. Tetapi, bentuk reaksi katabolisme yang berbeda-beda ini tergantung dari reaksi redoks yang meliputi transfer elektron dari donor tereduksi seperti molekul organik, air, amonia, hidrogen sulfida, atau ion besi ke molekul akseptor seperti oksigen, nitrat, atau sulfat. Pada hewan reaksi katabolisme meliputi molekul organik kompleks yang dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti karbon dioksida dan air. Pada organisme fotosintetik seperti tumbuhan dan sianobakteria, reaksi transfer elektron ini tidak menghasilkan energi, tetapi digunakan sebagai tempat menyimpan energi yang diserap dari cahaya matahari.

Urutan yang paling umum dari reaksi katabolik pada hewan dapat dibedakan menjadi tiga tahapan utama. Pertama, molekul organik besar seperti protein, polisakarida, atau lemak dicerna menjadi molekul yang lebih kecil di luar sel. Kemudian, molekul-molekul yang lebih kecil ini diambil oleh sel-sel dan masih diubah menjadi molekul yang lebih kecil, biasanya asetil koenzim A (Asetil KoA), yang melepaskan energi. Akhirnya, kelompok asetil pada KoA dioksidasi menjadi air dan karbon dioksida pada siklus asam sitrat dan rantai transpor elektron, dan melepaskan energi yang disimpan dengan cara mereduksi koenzim Nikotinamid Adenin Dinukleotida (NAD+) menjadi NADH.

Pada setiap organisme, untuk menghasilkan energi tersebut dapat dibagi dalam dua cara, yaitu sebagai berikut.

1. Respirasi seluler atau respirasi aerob, yaitu reaksi yang menggunakan oksigen sebagai bahan bakar organik. Secara umum keseluruhan proses pada respirasi seluler berlangsung sebagai berikut.>> Senyawa organik + Oksigen —> Karbon dioksida + Air + EnergiTermasuk ke dalam reaksi seluler adalah reaksi glikolisis, siklus Krebs, dan transpor elektron, dimana diantara glikolisis dan siklus Krebs terdapat sebuah reaksi antara yang disebut dekarboksilasi oksidatif.

2. Fermentasi, atau respirasi anaerob, yaitu proses pemecahan molekul yang berlangsung tanpa bantuan oksigen. Termasuk ke dalam fermentasi adalah fermentasi asam laktat, fermentasi alkohol, dan fermentasi asam cuka.


Pada hakikatnya, respirasi adalah pemanfaatan energi bebas dalam makanan menjadi energi bebas yang ditimbun dalam bentuk ATP. Dalam sel, ATP digunakan sebagai sumber energi bagi seluruh aktivitas hidup yang memerlukan energi. Aktivitas hidup yang memerlukan energi, antara lain sebagai berikut.

1. Kerja mekanisSalah satu bentuk kerja mekanis adalah lokomosi. Kerja mekanis selalu terjadi jika sel otot berkontraksi.

2. Transpor aktifDalam transpor aktif, sel-sel harus mengeluarkan energi untuk mengangkut molekul zat atau ion yang melawan gradien konsentrasi zat.

3. Produksi panasEnergi panas penting bagi tubuh burung dan hewan menyusui. Energi panas ini, umumnya timbul sebagai hasil sampingan transformasi energi dalam sel. Misalnya, pada proses kontraksi otot, terjadi pemecahan ATP. Disamping timbul energi mekanik, timbul juga energi panas.

Anabolisme

Anabolisme adalah proses sintesis molekul kompleks dari senyawa-senyawa kimia yang sederhana secara bertahap. Proses ini membutuhkan energi dari luar. Energi yang digunakan dalam reaksi ini dapat berupa energi cahaya ataupun energi kimia. Energi tersebut, selanjutnya digunakan untuk mengikat senyawa-senyawa sederhana tersebut menjadi senyawa yang lebih kompleks. Jadi, dalam proses ini energi yang diperlukan tersebut tidak hilang, tetapi tersimpan dalam bentuk ikatan-ikatan kimia pada senyawa kompleks yang terbentuk.
Selain dua macam energi diatas, reaksi anabolisme juga menggunakan energi dari hasil reaksi katabolisme, yang berupa ATP. Agar asam amino dapat disusun menjadi protein, asam amino tersebut harus diaktifkan terlebih dahulu. Energi untuk aktivasi asam amino tersebut berasal dari ATP. Agar molekul glukosa dapat disusun dalam pati atau selulosa, maka molekul itu juga harus diaktifkan terlebih dahulu, dan energi yang diperlukan juga didapat dari ATP. Proses sintesis lemak juga memerlukan ATP.
Anabolisme meliputi tiga tahapan dasar. Pertama, produksi prekursor seperti asam amino, monosakarida, dan nukleotida. Kedua, pengaktivasian senyawa-senyawa tersebut menjadi bentuk reaktif menggunakan energi dari ATP. Ketiga, penggabungan prekursor tersebut menjadi molekul kompleks, seperti protein, polisakarida, lemak, dan asam nukleat. Anabolisme yang menggunakan energi cahaya dikenal dengan fotosintesis, sedangkan anabolisme yang menggunakan energi kimia dikenal dengan kemosintesis.
Senyawa kompleks yang disintesis organisme tersebut adalah senyawa organik atau senyawa hidrokarbon. Autotrof, seperti tumbuhan, dapat membentuk molekul organik kompleks di sel seperti polisakarida dan protein dari molekul sederhana seperti karbon dioksida dan air. Di lain pihak, heterotrof, seperti manusia dan hewan, tidak dapat menyusun senyawa organik sendiri. Jika organisme yang menyintesis senyawa organik menggunakan energi cahaya disebut fotoautotrof, sementara itu organisme yang menyintesis senyawa organik menggunakan energi kimia disebut kemoautotrof.
Reaksi anabolisme menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat dibutuhkan oleh banyak organisme, baik organisme produsen (tumbuhan) maupun organisme konsumen (hewan, manusia). Beberapa contoh hasil anabolisme adalah glikogen, lemak, dan protein berguna sebagai bahan bakar cadangan untuk katabolisme, serta molekul protein, protein-karbohidrat, dan protein lipid yang merupakan komponen struktural yang esensial dari organisme, baik ekstrasel maupun intrasel.

Enzim

Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi.
Berdasarkan strukturnya, enzim terdiri atas komponen yang disebut apoenzim yang berupa protein dan komponen lain yang disebut gugus prostetik yang berupa nonprotein. Gugus prostetik dibedakan menjadi koenzim dan kofaktor. Koenzim berupa gugus organik yang pada umumnya merupakan vitamin, seperti vitamin B1, B2, NAD+ (Nicotinamide Adenine Dinucleotide). Kofaktor berupa gugus anorganik yang biasanya berupa ion-ion logam, seperti Cu2+, Mg2+, dan Fe2+. Beberapa jenis vitamin seperti kelompok vitamin B merupakan koenzim. Jadi, enzim yang utuh tersusun atas bagian protein yang aktif yang disebut apoenzim dan koenzim, yang bersatu dan kemudian disebut holoenzim.


Enzim bekerja dengan dua cara, yaitu menurut Teori Kunci-Gembok (Lock and Key Theory) dan Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory). Menurut teori kunci-gembok, terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan situs aktif (active site) dari enzim, sehingga sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat berperan sebagai kunci masuk ke dalam situs aktif, yang berperan sebagai gembok, sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali pada konfigurasi semula. Berbeda dengan teori kunci gembok, menurut teori kecocokan induksi reaksi antara enzim dengan substrat berlangsung karena adanya induksi substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian rupa sehingga keduanya merupakan struktur yang komplemen atau saling melengkapi. Menurut teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi lebih fleksibel. (lihat bagan)


Sebagai katalis dalam reaksi-reaksi di dalam tubuh organisme, enzim memiliki beberapa sifat, yaitu:

1. Enzim adalah protein, karenanya enzim bersifat thermolabil, membutuhkan pH dan suhu yang tepat.

2. Enzim bekerja secara spesifik, dimana satu enzim hanya bekerja pada satu substrat.

3. Enzim berfungsi sebagai katalis, yaitu mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa mengubah kesetimbangan reaksi.

4. Enzim hanya diperlukan dalam jumlah sedikit.

5. Enzim dapat bekerja secara bolak-balik.

6. Kerja enzim dipengaruhi oleh lingkungan, seperti oleh suhu, pH, konsentrasi, dan lain-lain.


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja enzim diantaranya adalah sebagai berikut.

1. SuhuEnzim tidak dapat bekerja secara optimal apabila suhu lingkungan terlalu rendah atau terlalu tinggi. Jika suhu lingkungan mencapai 0° C atau lebih rendah lagi, enzim tidak aktif. Jika suhu lingkungan mencapai 40° C atau lebih, enzim akan mengalami denaturasi (rusak). Suhu optimal enzim bagi masing-masing organisme berbeda-beda. Untuk hewan berdarah dingin, suhu optimal enzim adalah 25° C, sementara suhu optimal hewan berdarah panas, termasuk manusia, adalah 37° C.

2. pH (Tingkat Keasaman)Setiap enzim mempunyai pH optimal masing-masing, sesuai dengan "tempat kerja"-nya. Misalnya enzim pepsin, karena bekerja di lambung yang bersuasana asam, memiliki pH optimal 2. Contoh lain, enzim ptialin, karena bekerja di mulut yang bersuasana basa, memiliki pH optimal 7,5-8.

3. Aktivator dan InhibitorAktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan dan menggiatkan kerja enzim. Contohnya ion klorida, yang dapat mengaktifkan enzim amilase.Inhibitor adalah zat yang dapat menghambat kerja enzim. Berdasarkan cara kerjanya, inhibitor terbagi dua, inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif. Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang bersaing aktif dengan substrat untuk mendapatkan situs aktif enzim, contohnya sianida bersaing dengan oksigen dalam pengikatan Hb. Sementara itu, inhibitor nonkompetitif adalah inhibitor yang melekat pada sisi lain selain situs aktif pada enzim, yang lama kelamaan dapat mengubah sisi aktif enzim.

4. Konsentrasi enzim dan substrat- Semakin tinggi konsentrasi enzim akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Dan konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.- Jika sudah mencapai titik jenuhnya, maka konsentrasi substrat berbanding terbalik dengan kecepatan reaksi.
Dewasa ini, enzim adalah senyawa yang umum digunakan dalam proses produksi. Enzim yang digunakan pada umumnya berasal dari enzim yang diisolasi dari bakteri. Penggunaan enzim dalam proses produksi dapat meningkatkan efisiensi yang kemudian akan meningkatkan jumlah produksi.

Siklus Krebs dan Transpor Elektron

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai siklus Krebs dan transpor elektron.


Siklus Krebs [kembali ke atas]


Siklus Krebs adalah tahapan selanjutnya dari respirasi seluler. Siklus Krebs adalah reaksi antara asetil ko-A dengan asam oksaloasetat, yang kemudian membentuk asam sitrat. Siklus Krebs disebut juga dengan siklus asam sitrat, karena menggambarkan langkah pertama dari siklus tersebut, yaitu penyatuan asetil ko-A dengan asam oksaloasetat untuk membentuk asam sitrat.

Pertama-tama, asetil ko-A hasil dari reaksi antara (dekarboksilasi oksidatif) masuk ke dalam siklus dan bergabung dengan asam oksaloasetat membentuk asam sitrat. Setelah "mengantar" asetil masuk ke dalam siklus Krebs, ko-A memisahkan diri dari asetil dan keluar dari siklus. Kemudian, asam sitrat mengalami pengurangan dan penambahan satu molekul air sehingga terbentuk asam isositrat. Lalu, asam isositrat mengalami oksidasi dengan melepas ion H+, yang kemudian mereduksi NAD+ menjadi NADH, dan melepaskan satu molekul CO2 dan membentuk asam a-ketoglutarat (baca: asam alpha ketoglutarat). Setelah itu, asam a-ketoglutarat kembali melepaskan satu molekul CO2, dan teroksidasi dengan melepaskan satu ion H+ yang kembali mereduksi NAD+ menjadi NADH. Selain itu, asam a-ketoglutarat mendapatkan tambahan satu ko-A dan membentuk suksinil ko-A. Setelah terbentuk suksinil ko-A, molekul ko-A kembali meninggalkan siklus, sehingga terbentuk asam suksinat. Pelepasan ko-A dan perubahan suksinil ko-A menjadi asam suksinat menghasilkan cukup energi untuk menggabungkan satu molekul ADP dan satu gugus fosfat anorganik menjadi satu molekul ATP. Kemudian, asam suksinat mengalami oksidasi dan melepaskan dua ion H+, yang kemudian diterima oleh FAD dan membentuk FADH2, dan terbentuklah asam fumarat. Satu molekul air kemudian ditambahkan ke asam fumarat dan menyebabkan perubahan susunan (ikatan) substrat pada asam fumarat, karena itu asam fumarat berubah menjadi asam malat. Terakhir, asam malat mengalami oksidasi dan kembali melepaskan satu ion H+, yang kemudian diterima oleh NAD+ dan membentuk NADH, dan asam oksaloasetat kembali terbentuk. Asam oksaloasetat ini kemudian akan kembali mengikat asetil ko-A dan kembali menjalani siklus Krebs.

Dari siklus Krebs ini, dari setiap molekul glukosa akan dihasilkan 2 ATP, 6 NADH, 2 FADH2, dan 4 CO2. Selanjutnya, molekul NADH dan FADH2 yang terbentuk akan menjalani rangkaian terakhir respirasi aerob, yaitu rantai transpor elektron.



Transpor Elektron [kembali ke atas]


Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi aerob. Transpor elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem oksidasi terminal. Transpor elektron berlangsung pada krista (membran dalam) dalam mitokondria. Molekul yang berperan penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang dihasilkan pada reaksi glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Selain itu, molekul lain yang juga berperan adalah molekul oksigen, koenzim Q (Ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a.


Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini lagi-lagi menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP.

Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH dan FADH2 sebanyak 10 dan 2 molekul. Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua molekul FADH2 tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi berikut.








Setiap oksidasi NADH menghasilkan kira-kira 3 ATP, dan kira-kira 2 ATP untuk setiap oksidasi FADH2. Jadi, dalam transpor elektron dihasilkan kira-kira 34 ATP. Ditambah dari hasil glikolisis dan siklus Krebs, maka secara keseluruhan reaksi respirasi seluler menghasilkan total 38 ATP dari satu molekul glukosa. Akan tetapi, karena dibutuhkan 2 ATP untuk melakukan transpor aktif, maka hasil bersih dari setiap respirasi seluler adalah 36 ATP.




Sabtu, 20 Juni 2009

MitoKondria


Mitokondria


Mitokondria (mitochondrion', plural: mitochondria') atau kondriosom (chondriosome) adalah organel tempat berlangsungnya fungsi respirasi sel makhluk hidup. Respirasi merupakan proses perombakan atau katabolisme untuk menghasilkan energi atau tenaga bagi berlangsungnya proses hidup. Dengan demikian, mitokondria adalah "pembangkit tenaga" bagi sel.
Mitokondria merupakan salah satu bagian sel yang paling penting karena di sinilah energi dalam bentuk
ATP [Adenosine Tri-Phosphate] dihasilkan. Mitokondria mempunyai dua lapisan membran, yaitu lapisan membran luar dan lapisan membran dalam. Lapisan membran dalam ada dalam bentuk lipatan-lipatan yang sering disebut dengan cristae. Di dalam Mitokondria terdapat 'ruangan' yang disebut matriks, dimana beberapa mineral dapat ditemukan. Sel yang mempunyai banyak Mitokondria dapat dijumpai di jantung, hati, dan otot.
Keberadaan mitokondria didukung oleh hipotesis
endosimbiosis yang mengatakan bahwa pada tahap awal evolusi sel eukariot bersimbiosis dengan prokariot (bakteri) [Margullis, 1981]. Kemudian keduanya mengembangkan hubungan simbiosis dan membentuk organel sel yang pertama. Adanya DNA pada mitokondria menunjukkan bahwa dahulu mitokondria merupakan entitas yang terpisah dari sel inangnya. Hipotesis ini ditunjang oleh beberapa kemiripan antara mitokondria dan bakteri. Ukuran mitokondria menyerupai ukuran bakteri, dan keduanya bereproduksi dengan cara membelah diri menjadi dua. Hal yang utama adalah keduanya memiliki DNA berbentuk lingkar. Oleh karena itu, mitokondria memiliki sistem genetik sendiri yang berbeda dengan sistem genetik inti. Selain itu, ribosom dan rRNA mitokondria lebih mirip dengan yang dimiliki bakteri dibandingkan dengan yang dikode oleh inti sel eukariot [Cooper, 2000].

Struktur

Struktur umum suatu mitokondrion
Mitokondria banyak terdapat pada sel yang memilki aktivitas metabolisme tinggi dan memerlukan banyak ATP dalam jumlah banyak, misalnya sel otot jantung. Jumlah dan bentuk mitokondria bisa berbeda-beda untuk setiap sel. Mitokondria berbentuk elips dengan diameter 0,5 µm dan panjang 0,5 – 1,0 µm. Struktur mitokondria terdiri dari empat bagian utama, yaitu membran luar, membran dalam, ruang antar membran, dan matriks yang terletak di bagian dalam membran [Cooper, 2000].
Membran luar terdiri dari protein dan lipid dengan perbandingan yang sama serta mengandung protein porin yang menyebabkan membran ini bersifat permeabel terhadap molekul-molekul kecil yang berukuran 6000 Dalton. Dalam hal ini, membran luar mitokondria menyerupai membran luar bakteri gram-negatif. Selain itu, membran luar juga mengandung enzim yang terlibat dalam biosintesis lipid dan enzim yang berperan dalam proses transpor lipid ke matriks untuk menjalani β-oksidasi menghasilkan Asetil KoA.
Membran dalam yang kurang permeabel dibandingkan membran luar terdiri dari 20% lipid dan 80% protein. Membran ini merupakan tempat utama pembentukan ATP. Luas permukaan ini meningkat sangat tinggi diakibatkan banyaknya lipatan yang menonjol ke dalam matriks, disebut krista [Lodish, 2001]. Stuktur krista ini meningkatkan luas permukaan membran dalam sehingga meningkatkan kemampuannya dalam memproduksi ATP. Membran dalam mengandung protein yang terlibat dalam reaksi fosforilasi oksidatif, ATP sintase yang berfungsi membentuk ATP pada matriks mitokondria, serta protein transpor yang mengatur keluar masuknya metabolit dari matriks melewati membran dalam.
Ruang antar membran yang terletak diantara membran luar dan membran dalam merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi yang penting bagi sel, seperti siklus Krebs, reaksi oksidasi asam amino, dan reaksi β-oksidasi asam lemak. Di dalam matriks mitokondria juga terdapat materi genetik, yang dikenal dengan DNA mitkondria (mtDNA), ribosom, ATP, ADP, fosfat inorganik serta ion-ion seperti magnesium, kalsium dan kalium



Fungsi mitokondria
Peran utama mitokondria adalah sebagai pabrik energi sel yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Metabolisme karbohidrat akan berakhir di mitokondria ketika piruvat di transpor dan dioksidasi oleh O2¬ menjadi CO2 dan air. Energi yang dihasilkan sangat efisien yaitu sekitar tiga puluh molekul ATP yang diproduksi untuk setiap molekul glukosa yang dioksidasi, sedangkan dalam proses glikolisis hanya dihasilkan dua molekul ATP. Proses pembentukan energi atau dikenal sebagai fosforilasi oksidatif terdiri atas lima tahapan reaksi enzimatis yang melibatkan kompleks enzim yang terdapat pada membran bagian dalam mitokondria. Proses pembentukan ATP melibatkan proses transpor elektron dengan bantuan empat kompleks enzim, yang terdiri dari kompleks I (NADH dehidrogenase), kompleks II (suksinat dehidrogenase), kompleks III (koenzim Q – sitokrom C reduktase), kompleks IV (sitokrom oksidase), dan juga dengan bantuan FoF1 ATP Sintase dan Adenine Nucleotide Translocator (ANT) [Wallace, 1997].


Siklus Hidup Mitokondria
Mitokondria dapat melakukan replikasi secara mandiri (self replicating) seperti sel bakteri. Replikasi terjadi apabila mitokondria ini menjadi terlalu besar sehingga melakukan pemecahan (fission). Pada awalnya sebelum mitokondria bereplikasi, terlebih dahulu dilakukan replikasi DNA mitokondria. Proses ini dimulai dari pembelahan pada bagian dalam yang kemudian diikuti pembelahan pada bagian luar. Proses ini melibatkan pengkerutan bagian dalam dan kemudian bagian luar membran seperti ada yang menjepit mitokondria. Kemudian akan terjadi pemisahan dua bagian mitokondria [Childs, 1998].


DNA mitokondria
Mitokondria memiliki
DNA tersendiri, yang dikenal sebagai mtDNA (Ing. mitochondrial DNA). MtDNA berpilin ganda, sirkular, dan tidak terlindungi membran (prokariotik). Karena memiliki ciri seperti DNA bakteri, berkembang teori yang cukup luas dianut, yang menyatakan bahwa mitokondria dulunya merupakan makhluk hidup independen yang kemudian bersimbiosis dengan organisme eukariotik. Teori ini dikenal dengan teori endosimbion. Pada makhluk tingkat tinggi, DNA mitokondria yang diturunkan kepada anaknya hanya berasal dari betinanya saja (mitokondria sel telur). Mitokondria jantan tidak ikut masuk ke dalam sel telur karena letaknya yang berada di ekor sperma. Ekor sperma tidak ikut masuk ke dalam sel telur sehingga DNA mitokondria jantan tidak diturunkan.